Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang paling sayang terhadap umatnya. Beliau menunjukkan apa-apa yang bermanfaat untuk umatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Dan beliau juga menunjukkan apa-apa yang tidak bermanfaat atau merugikan terhadap umatnya. Karena itulah, dalam sebuah hadits, beliau bersabda,
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ.
“Merugilah orang yang namaku disebut disisinya lalu ia tidak membaca shalawat kepadaku, merugilah orang yang memasuki Ramadhan, kemudian Ramadhan pergi sementara dosa-dosanya belum terampuni, dan merugilah orang yang kedua orangtuanya berumur tua di sisinya, lalu keduanya tidak menyebabkannya masuk surga.” (HR. Tirmidzi; hadits hasan-shahih)
Di sini beliau menunjukkan ada tiga orang yang merugi.
Pertama; Orang yang tidak mau membaca shalawat ketika nama Nabi SAW disebutkan di sisinya. Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang yang demikian adalah orang yang kikir, padahal membaca shalawat itu adalah sesuatu yang ringan dan satu kali shalawat diganjar dengan shalawat dari Allah sepuluh kali. Adapun batas kewajiban membaca shalawat, para ulama menyatakan bahwa membaca shalawat itu paling tidak dilakukan satu kali dalam satu majelis.
Kedua; Orang yang memasuki bulan suci Ramadhan, namun ketika Ramadhan selesai dosa-dosanya tidak terampuni. Ini menunjukkan bahwa ia tidak memanfaatkan bulan suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Ia melihat Ramadhan tidak memiliki keistimewaan apa-apa sehingga ia tidak berbuat apa-apa di dalam bulan Ramadhan. Padahal barangsiapa yang beribadah secara sungguh-sungguh dalam bulan Ramadhan, dosa-dosanya terampuni. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang menghidupkan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari; hadits shahih)
Menghidupkan Ramadhan itu dengan shalat tarawih, membaca Al-Qur`an, atau menghadiri majelis ilmu.
Ketiga; Orang yang tidak memenuhi hak-hak orangtua ketika orangtuanya telah berumur tua. Hal ini disebabkan orang yang mau mengurusi orangtuanya yang sudah tua dengan sebaik-baiknya menyebabkan dirinya mendapat pahala surga. Ini adalah sebuah kesempatan yang mulia ketika seseorang masih sempat hidup bersama dengan orangtuanya yang sudah tua. Betapa orangtua yang sudah berumur membutuhkan belas kasih dari sang anak. Sungguh, hak orangtua begitu besar terhadap anak. Bahkan Allah memerintahkan berbuat baik kepada orangtua setelah memerintahkan penyembahan yang murni terhadap diri-Nya. Dia berfirman,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa.” (an-Nisa`: 36)
Karena itu, apabila seseorang menyia-nyiakan orangtuanya yang sudah berumur itu sehingga tidak menyebabkannya masuk surga, maka merugi besarlah ia.(sumber : abidin)