و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَرْمَلَةَ بْنِ عِمْرَانَ التُّجِيبِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو شُرَيْحٍ أَنَّهُ سَمِعَ شَرَاحِيلَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ أَخْبَرَنِي مُسْلِمُ بْنُ يَسَارٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ يَأْتُونَكُمْ مِنْ الْأَحَادِيثِ بِمَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلَا آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ لَا يُضِلُّونَكُمْ وَلَا يَفْتِنُونَكُمْ
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya bin Abdullah bin Harmalah bin Imran at-Tujibi dia telah berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Syuraih bahwa dia mendengar Syarahil bin Yazid berkata, telah mengabarkan kepadaku Muslim bin Yasar bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan ada di akhir zaman para Dajjal Pendusta membawa hadits-hadits kepada kalian yang mana kalian tidak pernah mendengarnya dan bapak-bapak kalian juga belum pernah mendengarnya. Maka kalian jauhilah dan mereka jauhilah. Mereka tidak bisa menyesatkan kalian dan tidak bisa memfitnah kalian."
(Shahih Muslim No. 8)
PENJELASAN SINGKAT
Dalil diatas adalah berisi peringatan dari rasulullah SAW tentang bahayanya hadits-hadits palsu yang disebarkan oleh dajjal-dajjal penyesat yang mengakibatkan banyak perselisihan diantara umat karena sudah pasti maksud dajjal-dajjal itu membuat hadits palsu dengan mengklaim hadits itu adalah hadits dari rasulullah padahal itu adalah hadits yang dibuat-buat untuk membuat islam menjadi kacau. Akibat buruk dari munculnya hadits-hadits palsu ini adalah tidak tanggung-tanggung yaitu dari munculnya aliran sesat, perselisihan umat sampai kepada ritual-ritual bid’ah bahkan kesyirikan. Maka sudah menjadi prioritas utama setiap muslim untuk mewaspadai hadits-hadits palsu yang tersebar dikalangan umat sekarang ini.
Agama Islam dibangun di atas dua pondasi: Ikhlas dan mengesakan Allah dalam ibadah dan mencontoh Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam prakteknya. Karenanya setiap ibadah, baik yang besar maupun yang kecil, yang nampak maupun tersembunyi, ibadah harta maupun ibadah badan, dan siapapun pelakunya, jika semua amalan tersebut tidak terdapat kedua pondasi ini di dalamnya maka amalan itu tertolak secara mutlak. Hal itu karena dia telah mengerjakan ibadah tidak sebagaimana yang diperintahkan, sementara mengerjakan suatu ibadah tidak sesuai dengan yang diperintahkan sama saja berarti dia belum mengerjakannya. Amalan seperti ini dinamakan sebagai bid’ah, dan bid’ah dalam agama semuanya tertolak karena merupakan bentuk kesesatan.
Setiap dari perbuatan bid’ah yang dilakukan suatu kaum pasti ada sebab yang mendasarinya, entah itu karena taklid buta ataupun itu karena mengikuti dalil-dalil palsu yang dibuat oleh kelompok-kelompok sesat yang ingin mengobrak abrik ajaran islam yang murni. Dalil-dalil palsu atau yang sering disebut hadits palsu sangat membahayakan umat islam baik dalam akidah maupun amal perbuatan. Banyak diantara ajaran baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Salallahu ‘Alaihiwassalam yang tentu saja semua amal yang baru (bid’ah) itu tertolak, sesuai dengan sabda nabi SAW ;
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HR. Al-Bukhari no. 2550 dan Muslim no. 1717)
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HR. Al-Bukhari no. 2550 dan Muslim no. 1717)
Maka sebanyak apapun amal dan sebaik-baik amal ibadah jika ibadah itu tidak pernah diajarkan oleh rasulullah maka amalan itu tertolak disisi Allah SWT, jadi apa yang diuntungkan bagi para pelaku bid’ah itu melainkan hanya mendapatkan kesia-siaan belaka. Bahkan bisa menjadikan dosa besar karena tidak tahu kalau bid’ah-bid’ah itu banyak mengandung kemusyrikan. Banyak diantara contoh-contoh bid’ah yang berhujjah dengan dalil-dalil palsu buatan orisinil dari dajjal-dajjal penyesat umat misalnya maulid nabi, tawasul dikuburan wali, tahlilan, yasinan hari jum’at, haul (memperingati hari meninggal mayat), dll yang kesemuanya itu jika diteliti dengan benar maka akan ditemukan bahwa amalan-amalan itu berhujjah dengan dalil palsu dan tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
BAHAYA HADITS PALSU
Suatu musibah besar yang menimpa kaum muslimin semenjak masa lalu adalah tersebarnya hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu) di antara mereka. Saya tidak mengecualikan siapapun di antara mereka sekalipun ulama’-ulama’ mereka, kecuali siapa yang dikehendaki Allah di antara mereka dari kalangan para ulama’ Ahli Hadits dan penelitinya seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Ibnu Main, Abu Hatim Ar Razi dan selain mereka.
Dan dampak yang timbul dari penyebarannya adalah adanya kerusakan yang besar. (Karena) di antara hadits-hadits dhaif dan maudhu itu, terdapat masalah (yang berkenaan dengan) keyakinan kepada hal-hal ghaib, dan juga masalah-masalah syari’at. Dan pembaca yang mulia akan melihat hadits-hadits tersebut, insya Allah.
Dan sungguh hikmah Allah, Dzat yang Maha Mengetahui menetapkan, untuk tidak meninggalkan hadits-hadits yang dibuat oleh orang-orang yang berpaling dari kebenaran, untuk tujuan yang bermacam-macam. Hadits itu “berjalan” di antara kaum muslimin tanpa ada yang mendatangkan dalam hadits-hadits itu orang yang (dapat) “menyingkapkan penutup” hakikatnya, dan menerangkan kepada manusia tentang perkara mereka. (Orang yang dimaksud tersebut adalah) Imam-Imam ahli hadits, yang membawa panji-panji sunnah nabawiyyah, dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a bagi mereka dengan sabdanya :
“Artinya : Semoga Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataanku, lalu menjaga, menghafal dan menyampaikannya. Karena bisa jadi orang yang membawa pengetahuan tidak lebih faham dari orang yang disampaikan”. [Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi (dan beliau menshahihkannya) dan Ibnu Hibban dalam shahihnya]
Para ulama’ ahli hadits telah menerangkan keadaan sebagaian besar hadits-hadits itu, baik itu shahihnya maupun dha’ifnya. Dan menetapkan dasar-dasar ilmu hadits, membuat kaidah-kaidah ilmu hadits. Barang siapa mendalami ilmu-ilmu itu dan memperdalam pengetahuan tentangnya, dia akan mengetahui derajat suatu hadits, walaupun hadist itu tidak dijelaskan oleh mereka. Yang demikian itu adalah (dengan) Ilmu Ushulul Hadits atau Ilmu Musthala Hadits.
Dan dampak yang timbul dari penyebarannya adalah adanya kerusakan yang besar. (Karena) di antara hadits-hadits dhaif dan maudhu itu, terdapat masalah (yang berkenaan dengan) keyakinan kepada hal-hal ghaib, dan juga masalah-masalah syari’at. Dan pembaca yang mulia akan melihat hadits-hadits tersebut, insya Allah.
Dan sungguh hikmah Allah, Dzat yang Maha Mengetahui menetapkan, untuk tidak meninggalkan hadits-hadits yang dibuat oleh orang-orang yang berpaling dari kebenaran, untuk tujuan yang bermacam-macam. Hadits itu “berjalan” di antara kaum muslimin tanpa ada yang mendatangkan dalam hadits-hadits itu orang yang (dapat) “menyingkapkan penutup” hakikatnya, dan menerangkan kepada manusia tentang perkara mereka. (Orang yang dimaksud tersebut adalah) Imam-Imam ahli hadits, yang membawa panji-panji sunnah nabawiyyah, dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a bagi mereka dengan sabdanya :
“Artinya : Semoga Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataanku, lalu menjaga, menghafal dan menyampaikannya. Karena bisa jadi orang yang membawa pengetahuan tidak lebih faham dari orang yang disampaikan”. [Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi (dan beliau menshahihkannya) dan Ibnu Hibban dalam shahihnya]
Para ulama’ ahli hadits telah menerangkan keadaan sebagaian besar hadits-hadits itu, baik itu shahihnya maupun dha’ifnya. Dan menetapkan dasar-dasar ilmu hadits, membuat kaidah-kaidah ilmu hadits. Barang siapa mendalami ilmu-ilmu itu dan memperdalam pengetahuan tentangnya, dia akan mengetahui derajat suatu hadits, walaupun hadist itu tidak dijelaskan oleh mereka. Yang demikian itu adalah (dengan) Ilmu Ushulul Hadits atau Ilmu Musthala Hadits.
Allah SWT telah memberikan kemudahan kepada hamba-Nya membedakan hadits palsu dan hadits shohih dari Rasulullah SAW melalui Imam-Imam ahli hadits dari kitab-kitab yang mereka susun diantaranya adalah kutubustittah (kitab 6 Imam ahli hadits) yang memuat hadits-hadits shahih saja dan kumpulan-kumpulan hadits palsu yang dibukukan oleh ulama muhaditsin, sehingga para guru maupun santri diharapkan paham tentang derajat hadits yang dapat dijadikan hujjah / hadits shohih, dan hadits batil yang tidak dapat dijadikan hujjah yang justru akan menimbulkan bid’ah. Akan tetapi kami melihat mereka (ulama’ dan penuntut ilmu) “dengan rasa prihatin”, telah berpaling dari membaca kitab-kitab yang tersebut di atas, mereka tidak mengetahui (dengan sebab berpaling dari membaca kitab-kitab tersebut diatas) keadaan hadits-hadits yang mereka hafalkan dari Syaikh-Syaikh mereka, atau yang mereka baca dari kitab-kitab yang tidak “memeriksa” hadits-hadits yang shahih atau dha’if, oleh karena itu hampir-hampir kita mendengarkan suatu nasihat dari orang-orang yang memberi nasihat, pengajian dari salah seorang ustadz atau khutbah dari seorang khathib, melainkan kita dapati hadits-hadits lemah atau palsu (disampaikan), dan ini adalah perkara yang membahayakan, (karena) dikhawatirkan atas mereka termasuk orang-orang yang diancam oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya :
“Artinya : Barang siapa berdusta dengan sengaja atas namaku maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di Neraka”. [Hadits shahih mutawatir]
Karena sesungguhnya mereka walaupun tidak berniat berdusta secara langsung tetapi telah melakukan perbuatan dosa, karena mereka menukil hadits-hadits semuanya (tanpa menyeleksi), sedang mereka mengetahui bahwa dalam hadits-hadits itu terdapat hadits dha’if dan maudhu’. Dan mengenai hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat dengan sabdanya :
“Artinya : Cukuplah seorang dianggap pendusta karena menceritakan perkataan yang ia dengar” [HR. Muslim]
Kemudian diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau berkata :
“Ketahuilah tidak akan selamat seorang lelaki yang menceritakan apa saja yang ia dengar, dan selamanya seorang tidak akan menjadi pemimpin jika ia menceritakan setiap perkataan yang ia dengar”.
Imam Ibnu Hibban berkata dalam shahihnya halaman 27 tentang bab : “Wajibnya masuk neraka bagi seseorang yang menyandarkan sesuatu ucapan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan ia tidak mengetahui kebenarannya”.
Kemudian ia menukil dengan sanadnya dari Abu Hurairah secara marfu’ :
“Artinya : Barang siapa berkata atasku apa yang tidak aku katakan,maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka”. [Sanad hadits ini hasan, dan asalnya dalam shahih Bukhari dan Muslim]
Dan Imam Ibnu Hibban berkata tentang bab “khabar yang menunjukkan benarnya apa yang kami isyaratkan padanya pada bab yang lalu”. Lalu ia menukil dengan sanadnya dari Samrah bin Jundub, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Barang siapa menceritakan dariku suatu hadits dusta, maka ia termasuk seorang pendusta”. [Hadits riwayat Muslim]
Maka jelaslah dengan apa yang disebutkan (diatas), bahwa tidak diperbolehkan menyebarkan hadits-hadits dan riwayat-riwayatnya tanpa tasabbut (mencari informasi tentang kebenarannya). Dan barang siapa melakukan perbuatan itu (menyebarkan hadits tanpa mencari kejelasan tentang kebenarannya terlebih dahulu) maka ia terhitung berdusta atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Sesungguhnya berdusta kepadaku, tidak sebagaimana berdusta kepada salah seorang (di antara kalian), barang siapa berdusta kepadaku secara sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka”.[HR. Muslim]
“Artinya : Barang siapa berdusta dengan sengaja atas namaku maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di Neraka”. [Hadits shahih mutawatir]
Karena sesungguhnya mereka walaupun tidak berniat berdusta secara langsung tetapi telah melakukan perbuatan dosa, karena mereka menukil hadits-hadits semuanya (tanpa menyeleksi), sedang mereka mengetahui bahwa dalam hadits-hadits itu terdapat hadits dha’if dan maudhu’. Dan mengenai hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat dengan sabdanya :
“Artinya : Cukuplah seorang dianggap pendusta karena menceritakan perkataan yang ia dengar” [HR. Muslim]
Kemudian diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau berkata :
“Ketahuilah tidak akan selamat seorang lelaki yang menceritakan apa saja yang ia dengar, dan selamanya seorang tidak akan menjadi pemimpin jika ia menceritakan setiap perkataan yang ia dengar”.
Imam Ibnu Hibban berkata dalam shahihnya halaman 27 tentang bab : “Wajibnya masuk neraka bagi seseorang yang menyandarkan sesuatu ucapan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan ia tidak mengetahui kebenarannya”.
Kemudian ia menukil dengan sanadnya dari Abu Hurairah secara marfu’ :
“Artinya : Barang siapa berkata atasku apa yang tidak aku katakan,maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka”. [Sanad hadits ini hasan, dan asalnya dalam shahih Bukhari dan Muslim]
Dan Imam Ibnu Hibban berkata tentang bab “khabar yang menunjukkan benarnya apa yang kami isyaratkan padanya pada bab yang lalu”. Lalu ia menukil dengan sanadnya dari Samrah bin Jundub, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Barang siapa menceritakan dariku suatu hadits dusta, maka ia termasuk seorang pendusta”. [Hadits riwayat Muslim]
Maka jelaslah dengan apa yang disebutkan (diatas), bahwa tidak diperbolehkan menyebarkan hadits-hadits dan riwayat-riwayatnya tanpa tasabbut (mencari informasi tentang kebenarannya). Dan barang siapa melakukan perbuatan itu (menyebarkan hadits tanpa mencari kejelasan tentang kebenarannya terlebih dahulu) maka ia terhitung berdusta atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Sesungguhnya berdusta kepadaku, tidak sebagaimana berdusta kepada salah seorang (di antara kalian), barang siapa berdusta kepadaku secara sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka”.[HR. Muslim]
Dapat disimpulkan bahwa bahaya hadits palsu adalah :
§ Merusak Akidah Umat
§ Menimbulkan perpecahan dan perselisihan
§ Menimbulkan amalan syirik dan bid’ah
§ Penyebab hilangnya ajaran sunah Nabi SAW yang murni
§ Pembuat dan penyebar hadits palsu diancam neraka
CIRI-CIRI HADITS PALSU
§ Pengakuan pembuatnya.
Di dalam catatan sejarah sering terjadi para pembuat hadits palsu berterus terang atas perbuatan jahatnya. Baik karena terpaksa maupun karena sadar dan taubat. Abu Ismah Nuh bin Maryam ( bergelar Nuh al-Jami ) telah berterus terang mengakui perbuatannya dalam membuat hadits-hadits palsu yang berhubungan dengan keutamaan-keutamaan surat al-Qur'an. Ia sandarkan hadits-haditsnya itu kepada Ibnu Abbas. Maisarah bin Abdi Rabbih al-Farisi, juga telah berterus-terang mengakui perbuatannya membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan al-Qur'an dan keutamaan Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini memang perlu kita catat bahwa tidak semua pengakuan itu lantas harus secara otomatis kita percayai. Sebab mungkin saja pengakuannya itu justru adalah dusta dan palsu.
§ Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadits-hadits maudhu', dan hadits atau keterangan lain yang baik / tidak ada sama sekali ( dalam soal yang sama ).
§ Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat. Sebagai contoh hadits-hadits sebagai berikut : " Sesungguhnya perahu Nuh bertawaf tujuh kali mengelilingi Ka'bah dan shalat di makam Ibrahim dua raka'at ". " Sesungguhnya Allah tatkala menciptakan huruf, maka bersujudlah ba dan tegaklah alif "
§ Isinya bertentangan dengan ketentuan agama dan aqidah Islam. " Aku adalah penghabisan Nabi-nabi. Tidak ada Nabi sesudahku kecuali dikehendaki Allah ". " Alllah menciptakan malaikat dari rambut tangan dan dada ".
§ Isinya bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath'i seperti hadits-hadits : " Anak zina tidak masuk sorga hingga tujuh turunan ". " Barangsiapa yang memperoleh anak , dan kemudian diberi nama Muhammad, maka dia dan anaknya akan masuk sorga ".
§ Isinya mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana. Seperti hadits-hadits : " Barangsiapa membaca La ilaha illallah maka Allah akan menjadikan baginya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh lidah. Pada tiap-tiap lidah tujuh puluh ribu bahasa yang memohon ampun kepada Allah untuk orang tersebut ". " Barangsiapa menafakahkan satu tali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil qiyamah ".
§ Isinya mengandung kultus-kultus individu. Seperti hadits-hadits : " Di tengah ummatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah an-Nu'man, ia adalah pelita ummatku ". " Abbas itu adalah wasiatku dan ahli warisku ".
§ Isinya bertentangan dengan fakta sejarah. Seperti hadits-hadits yang menerangkan bahwa nabi pernah diberi semacam buah dari sorga pada sa'at mi'raj. Setelah kembali dari mi'raj kemudian bergaul dengan Khadijah dan lahirlah Fathimah dan seterusnya. Hadits ini bertentangan dengan fakta sejarah sebab mi'raj itu terjadi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Fathimah lahir.
Wallahu ‘Alam
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah