قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
PELAJARAN DARI HADITS
Dahulu Islam adalah “singa dunia” musuh-musuh gentar terhadap kita, Islam dulu jaya, Islam dahulu amat ditakuti musuh-musuhnya, dan Islam dahulunya adalah agama yang paling berkembang dengan amat pesatnya baik dari berbagai bidang Pengetahuan maupun pemerintahan. Akan tetapi kita lihat sekarang, Islam hampir-hampir “hanya tinggal nama”, kita lihat masjid megah namun sepi jamaa’ah, al-Qur’an bukan lagi bacaan tapi hanya menjadi pajangan, al-Qur’an dibaca untuk dinikmati kemerduan suara qori’nya bukan lagi dari dipahami dan direnungi kandungan maknanya dan ajarannya. kemaksiatan merajalela dan sulit diatasi bahkan sampai maraknya permurtadan yang terkendali. Kita sekarang adalah bangsa yang tertindas, kita sekarang adalah umat yang terpuruk, Islam tidak lagi menjadi “singa” yang ditakuti musuh-musuhnya, dan musuh tidak gentar lagi kepada kita malah justru kita semakin diinjak-injak, walaupun umat islam dijaman akhir ini jumlahnya banyak akan tetapi seperti buih diwaktu banjir yaitu jumlahnya banyak sekali namun tak ada kekuatannya alias lemah sekali.
Dalam hadits ini juga telah jelas bahwa suatu masa akan tiba saatnya bagi umat Islam, yang mereka itu diumpamakan menjadi sebuah hidangan besar yang direbut dari segenap jurusan oleh beberapa bangsa yang lain, yang sengaja mengulurkan tangan mereka untuk memakan atau menerkam mereka. Masa kita sekarang inilah yang dimaksudkan. Karena, cacat dan kejelekan umat pada masa sekarang ini bukan karena dari sedikitnya bilangan, bahkan bilangan atau jumlah umat islam telah cukup banyak, hanya besarnya jumlah atau banyaknya bilangan itu sedikit pun tidak akan berguna, jika tidak disertai dengan kebaikan. Beberapa banyak angka tidak akan berarti apa-apa jika tidak dengan pengaturan atau pengetahuan agama yang diamalkan dengan cara yang baik dan nyata. Dan sehebat-hebat penyakit yang menimbulkan kelemahan umat Islam yang ada pada sekarang ini, ialah “takut” (pengecut) dan “kedekut” (bakhil). Dengan demikian, jelaslah arti sabda Nabi SAW: “Lantaran dari kecintaan kamu kepada dunia dan kebencian kamu kepada mati.”
Jumlah yang banyak ini ditindas oleh jumlah musuh yang sedikit kita sekarang dipermainkan bak bola sepak, dulu umat ini adalah umat yang dimuliakan akan tetapi sekarang kita malah mengalami kehinaan. Hal ini tidak lain sebabnya adalah bermula dari penyakit umat islam yang sudah melanda sedemikian merajalelanya, penyakit kronis yang sudah menjangkit dan menular kian dahsyat sehingga akan jarang sekali kita temukan seorang muslim yang masih mempunyai semangat untuk menegakkan agama Islam ini dan kebanyakan manusia jaman sekarang ini adalah acuh tak acuh terhadap agamanya sendiri, kata salah seorang muslim yang lemah akidahnya berkata”boro-boro ngurusin dakwah islam, lha wong ngurusin perut sendiri aja susah” begitulah gambarannya umat islam sekarang . Penyakit amat berbahaya dan mematikan itu adalah al-wahn. Rasulullah menyebutkan bahwa al-wahn adalah sifat cinta dunia dan takut akan kematian padahal setiap yang berjiwa pasti akan mati. Inilah sebab dasar kehinaan umat Islam dizaman akhir ini yaitu sifat cinta dunia dan takut mati yang berdampak pada ketidak pedulian umat dengan agamanya. Mereka pontang-panting disibukkan oleh kesibukan pekerjaan duniawinya sampai lalai anak dan keluarga apalagi dalam perkara ibadah. Seakan-akan mereka akan tinggal selamanya didunia ini padahal matanya hampir tiap hari barangkali menyaksikan ada orang mati lalu dikubur akan tetapi hal itu sama sekali tidak menyentuh hati mereka karena hati mereka sudah terhalang oleh hawa nafsu duniawi.
Dan selain itu, dapat dipahami bahwa sesungguhnya “cinta dunia” itu dapat menjauhkan manusia dari merasakan kenikmatannya; dan berlebihan dalam mencintai kehidupan itu akan mengakibatkan tambahnya kecelakan dan kebinasaan. Yang demikian itu adalah sunnatullah yang tetap berlaku atas segenap makhluk-Nya atau undang-undang alam, sebagaimana yang biasa dikatakan pada dewasa ini. Padahal, Al-Qur’an memerintahkan kepada orang Islam, agar memandang rendah akan dunia dan pesonanya, sehingga tidak memalingkannya dalam rangka meninggikan agama Allah, dan memerintahkan kepada orang islam, agar berhati tabah dan teguh, tidak mudah berputus asa, bersemangat baja dan tidak mudah goncang manakala menghadapi bahaya dan mendapati malapetaka.
Memang faktor-faktor yang menyebabkan umat ini menjadi umat yang lemah adalah cinta dunia dan takut mati yang bermula dari kebodohan umat ini akan ilmu agama, Sabda Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari manusia. Namun Allah akan mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga ketika tidak tersisa lagi seorang berilmu (di tengah mereka), manusia mengangkat para pemimpin yang jahil. Mereka ditanya, dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Hingga akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (orang lain)”(HR. Mutafaq’alaih)
Hadits ini menjelaskan kebanyakan umat dizaman ini bodoh tentang ilmu agama namun pandai sekali dalam hal keduniaan sehingga tumbuhlah sifat cinta dunia takut mati, inilah termasuk faktor yang urgent penyebab kemunduran umat islam. Karena jika sudah bodoh akan ilmu agama sudah pasti akan tersesat dan akan lalai kehidupan akhirat yang kekal, mudah sekali dibujuk rayu oleh iblis dan anteknya sehingga mengikuti langkah-langkah setan tanpa disadari, sehingga dalam mencari rejeki tak jarang melalui jalan yang haram sudah dianggap biasa. Inilah fitnah dan tanda-tanda akhir zaman dimana kebodohan akan ilmu agama dimana-mana karena semakin sedikitnya ulama dan meraja lelanya kebodohan, lalu setelah itu orang-orang bodoh diangkat menjadi pemimpin dan berdampak kepada berfatwa atau memberi hukum keadilan bukan atas dasar ilmu agama akan tetapi atas dasar kebodohan dan bisa dibilang juga atas dasar uang atau harta, jadi menang-kalah dalam hukum landasannya adalah materi. Dengan konsep hukum seperti ini adalah”banyak uang anda bebas hukuman, tidak ada uang anda akan terkena hukuman” meskipun berada dipihak yang benar tetap saja kena hukuman karena tidak punya uang akan tetapi pihak yang salah mendapatkan kebebasan karena sudah “membeli” hukum itu dengan harga yang mahal. Seperti yang kita saksikan dewasa ini, diberbagai media telah nampak orang-orang yang berkuasa diatas kursi jabatan pemerintahan melakukan penyelewengan berupa KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) maupun berbagai tindakan penyelewengan lainya seperti penyalahgunaan jabatan untuk menindas rakyat dsb. Mereka tidak terkena hukuman karena bisa menyuap hakim dan aparat penegak hukum sehingga mereka bebas menghirup udara segar untuk melakukan penyelewengan yang lebih besar, sementara rakyat kecil hanya melakukan pelanggaran kecil karena terpaksa karena lapar dan kemiskinan semacam mencuri ayam atau paling gede paling cuman maling motor harus dihakimi masa sampai hukuman mati (dibakar hidup-hidup, naudzubillahi mindzalik)
Yah, beginilah umat islam hari ini. Keadaan kita terpuruk karena kebodohan umat islam maupun pemimpinnya akan agamanya dan berakibat mudahnya terpedaya oleh kesenangan dunia sehingga takut akan datangnya kematian. Lalu timbulah sifat pengecut dan penakut yang sangat merugikan itu
SEBAB KEMUNDURAN DAN KEHINAAN UMAT ISLAM
Dibawah ini di paparkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ulama yang bernama Syeikh Amier Syakib Arsalan didalam bukunya, ‘limadza taakhkharal muslimin wa taqaddamu ghairihim’ (mengapa kaum muslimin terbelakang dan selain mereka mengalami kemajuan?), Ini lah sebab-sebab kemunduran dan kehinaan umat Islam atas bangsa-bangsa yang lain :
1. Kerapuhan iman dan kebodohan (kejahilan)
Iman yang shahih adalah yang bersih dari kedzaliman atau kesyirikan,dan inilah syarat pertama datangnya kemenabgan dan pertolongan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
”Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am, 6: 82)
Keamanan adalah buah dari kejayaan dan kemenangan. Orang yang kalah lalu terhina dibawah telapak kaki musuh tidak akan pernah merasakan kebebasan apalagi kebahagiaan dan keamanan. Maka penyebab terbesar dan terpenting yang membawa kehinaan dan kemunduran umat islam adalah kerapuhan iman dan kebodohan. Karena dapat menyebabkan mereka tidak memiliki pegangan (prinsip) hidup yang benar dan tidak dapat membedakan antara haq dan batil, ittiba’ sunnah dan bid’ah, antara halal dan haram lalu menerima perkataan kosong dan bohong atau syubhat dan batil yang seakan-akan keharusan bagi mereka untuk menerimanya, dan mereka tidak kuasa menolaknya karena kebodohannya. Keadaan seperti ini disebabkan pusat perhatian mereka tertumpu kepada kesibukan dunia semata sehingga tidak peduli terhadap ilmu dan agama. Dari Muadz ra., Rasulullah SAW bersabda:
أَنْتُمُ اْليَوْمَ عَلىَ بَيِّنَةٍ مِنْ رَّبِّكُمْ، تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَتُجَاهِدُوْنَ فيِ اللهِ، ثُمَّ يَظْهَرُ فِيْكُمُ السَّكْرَتاَنِ: سَكْرَةُ حُبِّ اْلجَهْلِ وَسَكْرَةُ حُبِّ الْعَيْشِ، وَسَتَحَوَّلُوْنَ عَنْ ذَالِكَ فَلاَ تَأْمُرْوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ تَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَلاَ تُجَاهِدُوْنَ فيِ اللهِ، اَلْقَائِمُوْنَ بِالْكِتاَبِ وَالسُّنَّةِ لَهُمْ أَجْرُ خَمْسِيْنَ صَدِيْقاً. قاَلوُاْ : ياَرَسُوْلَ اللهِ، مِناَّ أَوْ مِنْهُمْ؟ قاَلَ: لاَ، بَلْ مِنْكُمْ.
“Kalian pada hari (masa) ini diatas bukti dari Tuhan, kalian memerintahkan kepada kebajikan dan melarang daripada kejahatan, dan kalian juga berjuang membela agama Allah, kemudian akan lahir (timbul) diantara kalian dua hal yang membuat kalian mabuk, mabuk cinta karena bodoh dan mabuk cinta karena kehidupan yang mewah dan kedua hal itu menjadikan kalian berpindah haluan, lalu kalian tidak lagi memerintahkan kepada kebajikan dan tidak bertindak melarang kejahatan, dan tidak pula berjihad membela agama Allah. Pada hari itu orang- orang yang menegakkan agama dengan kitab dan sunnah, bagi mereka pahala lima puluh orang yang membenarkan kebenaran”. Para sahabat bertanya:”Ya Rasulullah, adakah dari golongan kami ataukah daripada golongan mereka?” beliau menjawab: “Tidak, bahkan dari golongan kalian.” (HR. Abu Nu’aim)
2. Pengetahuan agamanya tanggung
Di antara sebab penting lainnya yang menyebabkan kemunduran bagi umat Islam adalah kurangnya pengetahuan terhadap agama. Maksudnya bukan tidak berpengetahuan agama sama sekali, tetapi pengetahuannya tanggung. Hal ini sebenarnya lebih menghkhawatirkan daripada kebodohan yang biasa. Karena orang yang bodoh, apabila Allah telah beri kepadanya seorang penuntun (penunjuk jalan) yang jujur dan mengerti pasti segera ia tunduk kepada penuntunnya dan tidak memutar-balikkan fakta untuk menyangkalnya. Sedangkan orang yang berpengetahuan kurang (tanggung) sangat sulit untuk menerima kebenaran, apalagi pemahaman agamanya berdasarkan agama tradisi, bukan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, maka setiap kali diajak kepada Al-Qur’an dan Sunnah tentulah ia akan menolak dan lebih berat mengikuti tradisi nenek moyang. Kepada orang-orang yang menganut agama tradisi, Al-Qur’an menjelaskan:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. Apakah mereka akan mengikuti juga , walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah, 2: 170)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengitkuti apa yang telah diturunkan Allah dan mengikuti Rasul, mereka menjawab: Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya. Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapat petunjuk.” (QS. Al-Maidah, 5: 104)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. “(apakah mereka akan mengikuti juga) , walaupun syetan itu menyeru mereka kedalam siksa api yang menyala-nyala (neraka) ?” (QS. Luqman, 31: 21)
Bahaya akibat pengetahuan agama yang tanggung ini sangat buruk dan fatal sebagaimana perkataan seorang pujangga:
اِبْتِلاَؤُكُمْ بِمَجْنُوْنٍ خَيْرٌ مِنْ اِبْتِلاَئِكُمْ بِنِصْفٍ مَجْنُوْنٍ
“Kamu dapat bahaya penyakit gila itu lebih baik daripada kamu mendapat bahaya penyakit setengah gila.”
Syeikh Amier Arsalan berkata:
اِبْتِلاَؤُكُمْ بِجَاهِلٍ خَيْرٌ مِنْ اِبْتِلاَئِكُمْ بِشِبْهٍ جَاهِلٍ
“Kamu dapat bahaya penyakit bodoh itu lebih baik dari pada bahaya penyakit serupa bodoh (pandir,orang yang berlagak pandai)”
Maksud perkataan ini ialah bahwa orang yang bodoh itu lebih baik daripada orang yang serupa orang pandai, karena orang yang serupa atau yang pura-pura sebagai orang pandai selalu mengaku dirinya orang pandai padahal dia sesungguhnya adalah orang yang sangat bodoh. Dalam lingkungan masyarakat Islam saat ini, memang sebahagian besar demikian. Oleh sebab itu, perlakuan seperti ini haruslah dijauhi dan ditinggalkan dan haruslah dididik sehingga benar-benar menjadi orang yang memahami agama berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3. Rusaknya akhlak dikalangan kaum Muslimin
Di antara sebab penting yang menyebabkan kemunduran bagi umat Islam adalah kerusakan Akhlak (budi pekerti atau moral) yaitu hilangnya perangai yang diperintahkan oleh Al-Qur’an, dan kuatnya keinginan untuk meneruskan kebiasaan-kebiasaan jahiliyah yang dilakukan oleh nenek moyang, dan kebiasaan orang-orang yang kafir. Karena kebodohan dan kurangnya pengetahuan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah lalu memandang baik perangai orang-orang kafir kemudian merasa perlu untuk dimasukkan kedalam budaya sosial kaum Muslimin, akhirnya perangai mereka benar-benar mengikuti adat kebiasaan kaum kuffar dan musyrik. Perangai seperti inilah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Bahwa sesungguhnya kamu sekalian akan mengikuti cara-cara hidup orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta. Sehingga kalaupun mereka masuk lubang biawak, kalianpun benar-benar akan mengikuti mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Benarlah apa yang diungkapkan oleh seorang pujangga bernama Syauqy Bey:
“Sesungguhnya umat-umat itu tidak lain melainkan akhlaq (budi pekerti). Selama budi pekerti itu tetap ada pada satu umat, maka umat itu tetap ada. Dan jika budi pekerti mereka itu lenyap, maka mereka itupun lenyap.”
4. Rusaknya perilaku para pemimpin bangsa dan agama
Penyebab pokok yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran umat islam, ialah bejatnya moral dan kerusakan budi para pemimpin bangsa dan pemimpin agama. Padahal sebenarnya Islam telah memerintahkan kepada para ulama supaya berani bertindak meluruskan kebengkokan para pemimpin dan pemuka pemerintahan. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, para ulama yang demikian itu digantikan oleh para ulama yang berperilaku suka menjadikan ilmu pengetahuan keagamaan mereka untuk mata pencaharian semata, menjadikan agama mereka sebagai perangkap keduniaan sehingga membolehkan para pemimpin untuk membinasakan dan melenyapkan batas-batas agama dengan fatwa mereka yang dikatakannya bersumber dari agama.
Daripada itu, masyarakat banyak yang menyangka bahwasanya fatwa para ulama itu benar dan pendapat mereka itu sesuai dengan syari’at, padahal sebenarnya karena perbuatan mereka itulah kerusakan bertambah besar, kebaikan semakin sirna, kebejatan moral merajalela. Sehingga, apabila ada seorang yang berani mengubah atau meluruskan keadaan yang bengkok itu, seketika itu mereka melakukan provokasi, tindakan kejam kepadanya dengan mencerca, memfitnah, bahkan membuat rekayasa jahat untuk memasukkannya ke dalam penjara, atau membunuhnya supaya menjadi contoh bagi yang lainnya agar jangan sampai ada yang berani mengubah segala macam perbuatan jahat dan keji yang biasa mereka kerjakan.
Inilah para ulama yang berperangai suka mendekatkan diri kepada para penguasa dan pejabat pemerintahan atau para raja yang selalu dalam kesenangan dan kemewahan hidup, yang suka memberikan fatwa kepada raja, yang membolehkan mereka membunuh orang yang berani memberi nasihat, meluruskan yang bengkok dan sesat, bahwa mereka adalah seorang yang berani melanggar ketaatannya dan merongrong kekuasaannya. Ulama-ulama seperti inilah yang dijelaskan Al-Qur’an di dalam surat Al-’Araf: 175-177.
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang-orang yang berikan kepada mereka ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab) kemudian ia melepaskan dir dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syetan (sampai ia tergoda) maka jadila ia termasuk golongan orang-orang yang sesat. Dan kalau kami menghendaki sesungguhnya kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi ia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkanya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.”
Berkata Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya: Berkata Ibnu Mas’ud RA, orang itu bernama Bal’aan bin Baa’auraa” dari Bani Israil, dan Ibn Abbas RA mengatakan demikian juga. Pada mulanya Allah SWT memberikan ilmu dan pemahaman tentang ayat-ayat Nya (kitab Taurat) kemudian dia mengabaikan dan meninggalkannya. Malik bin Dinar berkata: Orang itu termasuk ulama Bani Israil yang mustajab doanya, bahkan ditonjolkan tiap-tiap kali menghadapi musibah dan kesukaran, diutus oleh nabi Musa ke raja Madyan untuk mengajaknya masuk Islam dan menyembah Allh I, tiba-tiba di diberi tanah, lalu dia murtad lalu menganut agama raja. Dalam kisah lain Raja menikahkannya dengan perempuannya, lalu dia murtad.
Seorang mufassir bernama: Al Imam Fakhrurrozi berkata : Sekiranya ayat tersebut diungkap menurut zahirnya niscaya dikatakan, ‘Sekiranya kami kehendaki niscaya kami tinggikan dia, akan tetapi kami tidak menghendakinya. (sebab dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya). Maksudnya: Sesungguhnya dia berpaling dari berpegang teguh terhadap apa-apa yang didatangkan Allah berupa ayat-ayat-Nya dan dia malah mengikuti hawa nafsu. Maka pasti dia jatuh kepada jurang kehinaan. Dan ayat ini adalah ayat yang paling keras terhadap para cendikiawan, dan ahli ilmu, karena Allah SWT sesudah menentukan orang ini dengan ayat-ayat dan penjelasannya, mengajarkan kepadanya nama Allah yang agung, dan juga menentukannya dengan do’a-do’a yang mustajab, tatkala dia mengikuti hawa nafsunya, maka terlepaslah dia dari dien dan derajatnya jatuh ke derajat anjing (ini adalah perumpamaan yang sangat jelek sekali), dan yang demikian itu menunjukkkan bahwa setiap orang yang mendapat banyak nikmat Allah, jika dia berpaling dari mengikuti petunjuk dan berbalik mengikuti hawa nafsu, maka jauhnya dari Allah lebih besar. Keadaan orang ini diisyarahkan oleh sabda Nabi SAW :
مَنِ ازْدَادَ عِلْماً ، وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَم يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْداً
“Barangsiapa bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah petunjuknya, niscaya dia tidak mendapat tambahan dari Allah kecuali semakin jauh daripada-Nya.” Atau dengan lafazh yang semakna dengan ini.
{ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الكلب إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث} قَالَ اللَّيثُ : اللَّهثُ هُوَ أَنَّ الكَلبَ إِذَا نَالُهُ الإِعيَاءِ عِندَ شِدَّةِ العَدوُ وَعِندَ شِدَّةِ الحَر
Allah SWT berfirman: ‘maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).’ Al Laits berkata, al lahtsu yaitu bahwa seekor anjing apabila menemukan mangkuk pada saat berkecamuknya perang dan pada saat panas yang menyengat.’
5. Sifat penakut dan pengecut
Sesungguhnya sifat pengecut dan takut yang keduanya telah menimpa sebagian besar umat islam, sudah menyatu dengan sifat putus asa dan putus harapan dari rahmat Allah. Dan orang yang berputus asa dijauhkan dari rahmat Allah sebagaimana firman Nya:
”…Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir.”(QS. Yusuf, 12: 87)
Umat islam mengetahui bahwa bangsa Eropa tidak gentar menghadapi umat islam, dan mereka (bangsa Eropa) menganggap bahwa kematian bukanlah apa-apa demi kemajuan bangsa mereka, namun mengapa tidak ada keinginan dan hasrat yang sama pada umat islam untuk melakukan hal yang sama demi agamanya? Bahwa sesungguhnya kita umat Islamlah yang lebih berhak atas mereka (bangsa Eropa). Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu sekalian merasa lemah dalam mengejar kaum (lawanmu), karena jikalau kamu merasa sakit, maka sesungguhnya merekapun merasakan sakit juga, sebagaimana sakit yang kamu rasakan; padahal kamu sekalian mengharapkan (pertolongan) dari Allah yang mereka tidak mengharapkan itu.” (QS. An-Nisa, 4: 104)
Ketakutan dan kekecutan umat Islam yang demikian tidaklah ada habisnya, bahkan semakin hari semakin bertambah. Lantaran ketakutan dan kekhawatiran yang menyelubungi dada umat islam itu sendirilah yang mengalahkan umat islam. Seperti kata seorang penyair arab:
“Para penakut itu memandang, bahwa takut itu kebijaksanaan padahal yang demikian itu tipu daya dan tabi’at rendah & hina.”
UPAYA MENGGAPAI KEMBALI KEJAYAAN UMAT
Sesungguhnya kemuliaan Islam dan ketinggiannya yang cahayanya pernah memancar menerangi seluruh dunia, kekuasaannya meliputi dua pertiga dunia, dan benderanya berkibar selama 1200 tahun, akan kita dapat dan raih sekali lagi, jika melaksanakan ajarannya secara utuh, meneladani Rasulullah SAW dalam pengamalannya dan tidak mencampur adukkannya dari sumber kebatilan dan mengamalkannya dalam bentuk konstitusi tertinggi dalam masyarkat dan negara. Ada beberapa sebab penting yang menjadikan generasi awal umat ini unggul dan mulia yang harus diketahui oleh generasi Muslim sekarang agar mereka kembali unggul sebagaimana pada permulaannya . Berbagai upaya menggapai kejayaan umat ini kembali maka kita harus mencontoh generasi yang dulu pernah jaya antara lain ;
1. Mereka memiliki iman yang shahih dan benar, yang menjadikan sangat ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya
Generasi pertama Ummat Islam (para sahabat-sahabat Nabi), diikuti generasi Taabi’in dan Taabiut Tabi’in benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul Nya, yang membuahkan ketaatan penuh kepada Allah dan Rasul Nya sehingga apapun yang diperintah maupun dilarang jawabnya hanyalah sami’na wa’atha’na. Rasulullah SAW memperkenalkan Allah SWT kepada kaumnya dalam waktu yang lama, bersamaan dengan itu menghadapi berbagai kesulitan dan kesusahan, halangan dan rintangan.
Beliau menjelaskan melalui firman Nya yang diturunkan kepada beliau bahwa Dia adalah Al Khaliq (Yang Mencipta dan memelihara seluruh alam beserta isinya). Al Maalik (Pemilik segala apa yang dibumi dan dilangit). Al Mudabbir (Yang mengatur segala apa yang berlaku dibumi dan dilangit dengan segala kesibukannya). Ar Razzaaq (Pemberi Rezeki bagi keberlangsungan makhluk-Nya). Al Muhyil Mumiit, (Yang Menghidupkan setelah matinya dan mematikan setelah hidupnya). An Naafi’ wa Ad Dharr (Yang Memberi manfaat terhadap makhluk dan Yang memberi mudharat sekaligus). Dia maha berkuasa atas segala sesuatu. Dengan pengenalan seperti ini para sahabat benar-benar beriman kepada Nya yang membuahkan keta’atan yang tidak berbelah bagi
Kemudian mereka menyaksikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah benar-benar utusan Allah, meyakini bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan Rasul terakhir yang diutus oleh Allah dengan syariat yang telah disempurnakan, dan barangsiapa yang mengaku nabi dan rasul setelahnya, maka ia telah kafir, murtad dari agama Islam. Begitu pula dengan para pengikut dan pendukungnya, mereka telah kafir, keluar dari Islam. Allah SWT berfirman,
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Ahzaab: 40)
Mereka mengenal bahwa Rasulullah SAW adalah sosok yang memiliki kesempurnaan prilaku, kebaikan budi pekerti, lemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap sesama muslim, keras dan tegas terhadap orang kafir yang memeranginya. Santun dalam bertutur kata, tawadhu’ dalam berjalan, hormat kepada yang lebih tua, penuh kasih terhadap anak-anak, sehingga menjadi teladan bagi seluruh umat, muslim maupun kafir, Arab ataupun ‘ajam, hitam maupun putih. Firman Allah SWT,
“Dan sungguh, kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam: 4)
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al Fath: 29)
Dengan ma’rifat kepada Allah dan Rasul Nya seperti inilah membuahkan ketaatan yang sebenar-benarnya sehingga apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul Nya, tidak ada keberatan dan bantahan sedikitpun dari mereka. Kemudian mereka mengikuti dan melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya didalam Al Quran dengan sepenuh hati, dan hal ini merupakan ciri orang beriman yang Allah SWT jelaskan dalam Al Quran.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An Nur: 51)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzaab: 36)
2. Menerima dan mengamalkan Islam dengan ilmu
Yaitu memahami dan melaksanakan seluruh ajaran Islam berdasarkan ilmu pengetahuan yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, bukan atas dasar tradisi (adat kebiasaan) yaitu perkataan dan perbuatan orang banyak, atau perkataan guru atau orang yang dianggap tokoh agama semata. Karena hal itu akan mengakibatkan kepada pengkultusan kepada makhluk yang berakibat kepada kemusyrikan. Mengamalkan Islam menurut perkataan dan perbuatan orang banyak yang tidak berdasarkan Al Qur’an, dilarang oleh Allah SWT. Firman Allah:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al An ‘am: 116)
Para shahabat beserta ulama-ulama terdahulu menguasai dunia ini karena mereka mengetahui dengan betul karakteristik dien ini, mengenal betul kebaikan dan kemuliaan dien ini serta melaksanakan segala perintah yang terdapat didalamnya dan menjauhi setiap larangan-larangannya. Kepentingan ilmu dalam Islam telah diungkapkan oleh Nabi n dengan berbagai ungkapan yang sangat indah dan menawan antara lain:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengannya dia menjadi baik maka diberinya pemahaman yang mendalam dalam hal agama.” (HR Al Bukhari)
Maka aktivitas memahami Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW secara serius dan mendalam, akan mengantarkan seseorang menjadi Muslim yang shalih dan shalihah.
Dari itu Rasulullah SAW memberi pujian yang sangat tinggi dan mulia bagi kaum Muslimin yang sibuk belajar dan mengajar Al Qur’an ditengah kesibukannya mencari rezki.
Beliau bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَ
“Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang belajar Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Al Bukhari)
Imam As Syafi’e Rahimahullah, berkata :
“Barangsiapa yang ingin meraih kejayaan dunia, haruslah dengan ilmu. Dan barangsiapa yang ingin meraih kejayaan dunia, haruslah dengan ilmu. Dan barangsiapa ingin meraih kejayaan dunia dan akhirat maka haruslah dengan ilmu.”
Dan beliau juga berkata:
“Menuntut ilmu itu lebih utama daripada shalat malam”
Imam Ahmad Rahimahullah berkata :
“Kalaulah bukan karena Ilmu, maka manusia tak ubahnya seperti binatang. Kemudian beliau berkata, ‘Manusia lebih menghajatkan ilmu daripada hajat mereka kepada makanan dan minuman, oleh karena manusia membutuhkan makanan dan minuman dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu mereka butuhkan setiap waktu.”
Dalam riwayat yang lain beliau berkata,
“Manusia itu lebih membutuhkan ilmu daripada makan dan minum, karena seseorang itu butuh makan dan minum sekali atau dua kali sehari, sedangkan ilmu itu dibutuhkan setiap kali hembusan nafasnya.” (Madarijus Saalikin)
3. Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh
Islam merupakan ajaran yang sempurna, indah, terpuji dan menyeluruh. Akan tetapi keindahannya tidak akan terlihat nyata jika diamalkan secara partial. Aqidah Islam akan terlihat indah jika diatasnya tegak syari’ah, dan syari’ah akan menjadi mulia jika ditopang oleh aqidah yang lurus. Dan aqidah yang lurus dan syari’ah yang mulia sudah pasti membuahkan akhlaq yang mulia. Inilah kesempurnaan hubungan ketiga bagian dari aqidah, syari’ah dan akhlaq, maka jika salah satunya diabaikan dan dilepaskan dari padanya maka akan hilanglah keindahan seluruhnya. Dari itu Allah SWT yang mengetahui hakekat kemuliaan Dien ini memerintahkan supaya ummat Islam mengamalkan Islam secara kaaffah atau Syumul atau menyeluruh, agar menjadi berjaya dan mulia.
Allah SWT berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.“ (QS. Al Baqarah: 208)
Sejarah telah mencatat, bahwa kaum yahudi telah dikutuk dan dilaknat oleh Allah SWT karena menerima sebagian ayat dan menolak sebagiannya. Dan kehinaan ini akan ditimpakan kepada kaum Muslimin jika mereka ikut langkah yahudi menerima dan mengamalkan sebagian ayat dan menolak sebagian ayat lainnya. Allah SWT berfirman:
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah, 2: 85)
4. Sumber Rujukan mereka hanyalah Al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW telah berwasiat kepada ummatnya agar benar-benar berpegang teguh kepada dua sumber ilahi ini dengan satu garansi atau jaminan tidak akan sesat selama-lamanya.
Dari Ibnu Abbas ra., bahwasannya Rasulullah SAW ketika khutbah wada’, beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ أَنْ يُعْبَدَ بِأَرْضِكُمْ وَلَكِنْ رَضِيَ أَنْ يُطَاعَ فِيْمَا سِوَى ذَلِكَ مِمَّا تَحَاقَرُوْنَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ فَاحْذَرُوا . إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَداً : كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ .
“Sesungguhnya syaitan itu telah putus asa, bahwa ia akan disembah di tanahmu ini, tetapi ia ridha dita’ati pada selain demikian dari apa-apa yang kamu anggap rendah dari -amal perbuatan kamu, maka dari itu hati-hatilah kamu. Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kamu, jika kamu berpegang teguh kepadanya, maka tidaklah kamu akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitab Allah dan sunah Nabi-Nya.” (HR. Al-Hakim)
Itulah prinsip yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Muslim yang telah rela Islam sebagai diennya, dan begitu pulalah keyakinan yang wajib dimiliki dan tidak boleh berseberangan dengan yang demikian itu. Walaupun begitu tegasnya rumusan di atas, masih ada juga sebagian kaum muslimin yang tidak merasa cukup dengan dua sumber tersebut, dengan berbagai hujjah dan alasan mereka coba membenarkan tindakan mereka selanjutnya mencari sumber selain keduanya. Terhadap kaum Muslimin yang bersikap demikian, penjelasan berikut sangat penting baginya.
Dari Yahya bin Ja’dah t berkata: Telah datang orang-orang dari kaum muslimin dengan membawa beberapa catatan yang mereka tulis di dalamnya sebagian yang telah mereka dengar dari kaum Yahudi, maka Rasulullah SAW bersabda: “Telah cukup kedunguan atau kesesatan suatu kaum, karena mereka tidak menyukai apa yang telah didatangkan Nabi mereka kepada mereka, kepada apa yang telah didatangkan oleh lainnya kepada selain mereka.” Maka turunlah ayat: “Tidaklah cukup bagi mereka, bahwa sesungguhnya Kami telah menurunkan atas engkau (Muhammad) al Kitab (al Qur’an) itu, yang dibacakan kepada mereka, sesungguhnya yang demikian menjadi rahmat dan pengertian bagi orang-orang yang beriman Katakanlah: “Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi, dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka Itulah orang-orang yang merugi..” (QS. Al Ankabuut, 29: 51-52)
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al Ash t berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda;
لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ.
“Tidak sempurna iman seseorang kamu sehingga keinginannya menurut kepada apa yang aku datangkan kepadanya.” (HR. Al Hakim)
Dari Abdullah bin al Harts berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda:
لَوْ نَزَلَ مُوْسَى فَاتَّبَعْتُمُوْهُ وَتَرَكْتُمُوْنِي لَضَلَلْتُمْ ، أَنَا حَظُّكُمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَأَنْتُمْ حَظِّي مِنَ الأُمَمِ.
“Seandainya Nabi Musa turun, lalu kamu sekalian mengikutinya dan meninggalkan aku, tentu sesatlah kamu. Aku bagi kamu daripada Nabi-nabi dan kamu sekalian bagiku daripada ummat-ummat.” (HR. Al Baihaqi)
Dari Jabir bin Abdillah ra. berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda:
لَوْ كَانَ مُوْسَى حَيًّا بَيْنَ أَظْهَرِكُمْ مَا حَلَّ لَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعْنِي.
“Seandainya Nabi Musa hidup di antara kamu sekalian, tidaklah dia memperkenankanmu melainkan ia mengikut kepadaku.” (HR. Ahmad)
5. Mereka adalah orang-orang yang tegar dan berani dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar dan berjihad fisabilillah
Mereka benar-benar meyakini bahwa syarat kebaikan ummat ini ialah dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan berjihad dijalan Allah. Allah berfirman:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran. 3 : 110)
Dan apabila manusia menolak serua-Nya, bahkan orang-orang yang mengaku Muslim dan Mukmin telah meninggalkan syari’ah Islam dan memilih hukum jahiliyah (Demokrasi) untuk menggantikan syari’ah Islam, ketika itulah Allah akan utus para mujahidin untuk melawan dan memerangi mereka supaya finah diniyah berhenti dan tegaklah syari’ah Islam.
”Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (QS. Al Maidah, 5 : 54)
Dan para pelaksananya, mendapat pujian yang setinggi-tingginya sebagai hamba-hamba Allah yang paling tinggi derajatnya disisi Nya. Allah SWT menawarkan jual beli yang mahal dengan bayaran surga bagi mereka yang berhasil melaksanakan perjanjiannya dengan sempurna:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah: 111).
Harga jualan mereka ialah surga dan aktivitas hidup mereka ialah berjihad dijalan Allah (membunuh atau dibunuh), itulah ketetapan Allah didalam Taurat, injil dan Al Qur’an. Barangsiapa tidak mengikuti jalan hidup mereka, tidak akan mendapat kemuliaan sebagaimana mereka dapatkan. Allah SWT berfirman:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa: 95-96)
6. Penerapan syari’ahnya dalam institusi negara (pendirian kembali khilafah)
Sejak zaman Rasulullah n, para shahabat Ra, hingga beberapa abad setelahnya Islam diamalkan dalam bentuk konstitusi dan mereka Ra memerintah negara dengan syariat Islam. Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, Allah SWT perintahkan kepada Nabi Daud As untuk melaksanakan syari’ah Allah SWT.
”Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad, 38 : 26)
Nabi-nabi dan Rasul-rasul bani Israil diperintahkan untuk berhukum dengan hukum Allah SWT:
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah, 5:44)
Dan firman Nya lagi:
“Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah, 5: 47)
Para Rasul-rasul Allah SWT, semuanya memahami benar bahwa mengambil syari’at selain Islam adalah sia-sia dan batil dan tidak diterima oleh Allah SWT.
“Dan barang siapa mencari Syari’ah selain syari’ah Islam maka sekali-kali tidak diterima dari padanya, dan dia diakhirat termasuk orang yang merugi.” (QS Ali Imran 3:85)
Dan demikian pula Nabi Muhammad SAW diperintah Allah untuk menegakkan hukum Allah SWT kepada seluruh manusia dan dilarang mengikuti hukum-hukum selainnya.
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maaidah: 49-50)
Dengan memahami ayat-ayat diatas, maka Islam akan tegak dan ummatnya akan menjadi mulia dengan penerapan syari’ah Allah SWT, karenanya solusi satu-satunya untuk kemuliaan ummat manusia hanya dengan penerapan syari’ah Allah saja.
7. Mereka adalah orang-orang yang siap berqurban harta dan jiwa untuk menegakkan kalimah Allah
Sejarah orang-orang besar tidak pernah lepas dari perjuangan dan pengorbanan, begitu juga dengan kemenangan dan kemuliaan yang dicapai umat islam selama ratusan abad. Bukti-bukti sejarah orang besar tampak pada seorang Abu Bakar As Shidiq t yang telah menginfakkan seluruh hartanya untuk menegakkan syiar Allah. Umar bin Khattab t, Abdurrahman bin Auf t dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang mengadakan transaksi kepada Allah SWT dengan perniagaan yang besar, yaitu untuk tegaknya syariat dan hukum Islam di muka bumi. Sebagaimana firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?, (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Ash Shaf: 10-13)
Dengan mengetahui sebab-sebab kemuliaan umat Islam dimasa dahulu maka membangkitkan umat dimasa mendatang adalah satu kelaziman atau keniscayaan bagi para da’I dan mujahid,kembali kepada sumber yang murni dan bersih yaitu mengikuti metode ilahiyah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,itulah satu-satunya metode yang akan menjemput pertolongan dan kemenangan yang dijanjikan oleh Nya kepada umat Islam.
Kesimpulan
Dari tulisan diatas bahwa kita akan mengetahui sebab-sebab kemuduran umat ini adalah penyebabnya bermula dari kejahilan ilmu agama sampai cinta dunia dan takut mati sehingga timbulah sifat pengecut sehingga musuh leluasa menjajah kita dan mengobrak-abrik sistem kita. Jika umat ini ingin berjaya kembali maka tiada jalan lain selain mencontoh generasi awal yang dulu pernah jaya yaitu dizaman Rasulullah dan khulafaurrosyidin serta para generasi terbaik setelahnya. Dan hendaknya juga membaca firman Allah SWT:
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali ‘Imran: 146)
Dan firman Nya :
”Dan janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisa 4: 104)
Demikianlah yang dikehendaki Allah, agar umat Islam seperti itu juga yaitu berani, tidak penakut, kuat fisik dan tidak lemah ilmu (bodoh), maju terus dan tidak mudah menyerah. Maka jika tidak demikian dengan nash Al Qur’an yang sejelas itu, bagaimanakah mereka akan memohon pertolongan kepada Allah supaya Dia menyempurnakan janji-Nya dengan memberi pertolongan yang berupa kemenangan, ketetapan, kebahagiaan, kesejahteraan dan ketentraman? Maka mari mengamalkan ayat ini:
”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran 3: 139)
Semoga kita dapat membangkitkan kembali kejayaan ummat seperti dahulu dengan cara mengikuti sunah Rasulullah dan para sahabatnya yang dimuliakan Allah, amien
Wallahu’alam
Refrensi : Dari berbagi sumber
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah