Dari Abu Muhammad, ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (Hadits hasan shahih dan kami riwayatkan dari kitab al-Hujjah dengan sanad yang shahih).
Pelajaran Dari hadits
Dalam satu hadits yang singkat ini ternyata mengandung banyak pelajaran didalamnya. Yaitu tentang hawa nafsu yang sering menjerumuskan manusia kejurang kebinasaan karena dibiarkan bermaksiat, ada juga hawa nafsu yang mengantarkan manusia kedalam kebahagiaan dunia dan akhirat karena dibimbing dan dikendalikan untuk berbuat kebaikan.
Dalam penjelasan “tidak beriman” dalam hadits tersebut adalah maksudnya tidak beriman dengan sempurna bukan diartikan sebagai kafir atau tidak beriman secara menyeluruh. Karena disebabkan hawa nafsunya sebagian dibiarkan menyalahi syari’at disisi lain juga hawa nafsunya diajak mengamalkan syari’at.
Sudah menjadi hal lumrah dalam kehidupan di dunia bahwa segala proses diawali dengan tantangan. Begitu pula saat seorang Muslim akan melaksanakan dzikir. Hal itu karena manusia memiliki akal dan nafsu. Di saat yang sama, ibadah yang mewajibkan Muslim untuk dilaksanakan bertentangan dengan nafsu. Jadi, tantangan utama umat untuk berdzikir adalah hawa nafsu. Hal ini yang menyebabkan rasa malas, enggan atau sumber alasan-alasan lain yang menghalangi umat berdzikir. Untuk itu ketika umat berniat berdzikir hendaknya menahan dan membendung nafsu dengan akal. Dengan demikian, nafsu akan tunduk. Bagaimana caranya? nafsu itu dipaksa untuk berdzikir, selama nafsu tidak ditekan maka dzikir pun sulit dilakukan. Karena itu, orang yang berakal itu orang yang berdzikir dan mampu menjaga nafsu.
Karena hawa nafsu kita ibarat anak kecil. Yang semakin dimanja akan semakin membangkang. Begitu juga jika kita mau mendidik anak kecil itu supaya menjadi anak yang mandiri dan benar-benar sadar akan kebenaran maka harus kita ajari pendidikan prihatin sejak dini agar semakin lama terlatih menjadi manusia dewasa yang berpikiran matang. Kaitannya dengan hawa nafsu jika hawa nafsu kita umbar tidak peduli aturan agama maka dampaknya juga akan kembali kedirinya sendiri. Hawa Nafsu semakin dituruti akan semakin menuntut dan menuntut untuk melakukan perbuatan dosa akhirnya dirinya sendiri yang binasa. Terlebih lagi jika sudah terbiasa mengumbar hawa nafsu maka akan semakin sulit hawa nafsu itu dikendalikan. Karena seperti ibarat mudahnya mendidik anak kecil daripada mendidik orang dewasa pasti lebih sulit.
Dan juga kaitannya dengan akal maka akal ibarat orang tua sedangkan hawa nafsu ibarat anaknya. Jika akal tak mampu membimbing hawa nafsunya maka akalpun bisa tunduk kepada hawa nafsu sendiri maka seperti persamaan “orang yang ditunggangi kuda, bukan orangnya yang menunggangi kuda”. Kalau sudah begitu maka setanpun tidak usah repot-repot membisiki hal maksiat kepada hati. Karena hati dan akal yang sudah tunduk kepada hawa nafsu otomatis selalu terbiasa berbuat maksiat dengan sendirinya. Maka dari itulah memang sangatlah penting hikmah dari pengendalian hawa nafsu ini, maka islampun mengajarkan ibadah puasa wajib pada bulan ramadhan dan puasa sunah kepada pengikutnya supaya pengikutnya bisa lebih mudah terhindar dari perbuatan menuruti hawa nafsu yang membinasakan.
Manusia tak mungkin bisa menghilangkan hawa nafsu dari dalam dirinya sendiri sehingga bisa menyerupai malaikat yang hanya dikarunai akal tapi tak dikaruniai hawa nafsu. Karena hawa nafsu memang sudah bagian satu paket dalam penciptaan manusia. Hawa nafsu ibarat bensin pada kendaraan bermotor, tidak akan jalan sepeda motor tanpa bensin sebagai tenaga pendorongnya. Hawa nafsu yang diarahkan kepada kebaikan maka akan membawa kebaikan yang banyak juga, misalnya kita arahkan diri kita untuk rutin berdzikir tiap malam maka kita akan banyak memetik hasil dari perbuatan baik itu, selain itu kita arahkan diri kita untuk mengikuti kegiatan dalam lembaga sosial dan sebagainya. Sebaliknya hawa nafsu yang kita biarkan mengerjakan maksiat maka hawa nafsu akan terus mengajak berbuat maksiat sampai pemiliknya binasa.
Dan Allah SWT telah melaknat keras bagi manusia-manusia yang suka mengumbar syahwatnya tanpa mengindahkan sedikitpun larangan agama. Dalam al-Qur’an Allah berfirman :
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Al-Furqaan: 43)
Dari ayat diatas bisa kita ambil hikmah bahwa hidayah dari Allah terputus dari manusia yang suka menuruti hawa nafsunya karena sebab menuruti hawa nafsu menjadikan kerasnya hati Dan kalau hati sudah keras maka peringatan dari siapapun bahkan dari firman Allah (al-Qur’an) pun tidak digubris. Akhirnya binasa dunia dan akhirat. dan orang yang mengikuti hawa nafsu seenaknya sama saja dengan menyembah hawa nafsu itu sendiri karena apa saja yang diinginkan hawa nafsu dituruti. Semoga Allah melindungi kita dari hal itu. Amiin
Beruntunglah orang masih punya hati lembut karena senantiasa melatih hawa nafsunya untuk yang bermanfaat terutama untuk amal shalih. Karena hati yang lembut mudah mendapatkan petunjuk dan hidayah dari Allah Ta’ala.
Wallahu’alam
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah