SEBUAH KETELADANAN ZUHUD DARI RASULULLAH SAW
Oleh : M.A. Samaaun
Ternyata problem rumah tangga tidak hanya dihadapi orang awam pada umumnya saja, karena Rasulullah saw juga merasakan yang sama dengan kita yang kadang berselisih dengan istri kita. Suatu ketika karena ada suatu permasalahan, Nabi Muhammad SAW telah bersumpah akan berpisah dengan istri-istrinya selama satu bulan sebagai peringatan bagi mereka. Selama sebulan beliau tinggal seorang diri dalam sebuah kamar sederhana yang letaknya agak tinggi.
Hal ini kemudian tersebar kepada kalangan sahabat nabi saw dan muncul desas desus Nabi saw telah menceraikan semua istrinya padahal hanya ingin menjauhi mereka selama sebulan saja. Ketika Umar bin Khathab mendengar kabar ini, segera ia berlari ke masjid. Setiba di sana, dia melihat para sahabat sedang duduk termenung, mereka juga bersedih dan menangis. Kaum wanita juga menangis di rumah-rumah mereka. Kemudian, Umar pergi menemui putrinya, Hafsah yang telah dinikahi Nabi. Umar mendapati Hafsah sedang menangis di kamarnya.
Ia bertanya kepada anaknya yang bernama Hafsah, salah satu istri Rasulullah saw “Mengapa engkau menangis? Bukankah selama ini saya telah melarangmu agar jangan melakukan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan Nabi?” Hafsah tak menjawab apa-apa, ia terus menangis. Umar kembali ke masjid. Terlihat olehnya beberapa orang sahabat sedang menangis di mimbar. Kemudian, ia duduk bersama para sahabat, lalu ia berjalan ke arah kamar Nabi Muhammad yang terletak di tingkat atas masjid.
Umar kemudian bertemu Rabah dan dia minta izin untuk menemui Nabi. Rabah menghampiri Nabi dan memberitahukan bahwa dia telah menyampaikan pesan Umar apakah bisa menemuia beliau. Tapi, Nabi hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya. Permintaan untuk menjumpai Nabi diulang. Baru setelah permintaan yang ketiga kalinya, Nabi Muhammad mengizinkan Umar naik ke atas. Ketika Umar masuk, dia menjumpai Nabi sedang berbaring di atas sehelai tikar yang terbuat dari pelepah daun kurma. Terlihat jelas bekas daun kurma pada badan Nabi yang putih bersih. Di tempat kepala beliau ada sebuah bantal yang terbuat dari kulit binatang yang dipenuhi oleh daun dan kulit pohon kurma.
Selepas mengucapkan salam kepada beliau, Umar bertanya, “Apakah engkau telah menceraikan istri-istri engkau, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Tidak.” Umar sedikit lega, sambil bercanda untuk menghibur Nabi saw ia mengatakan, “Ya Rasulullah, kita adalah kaum Quraisy yang selamanya telah membuat patuh wanita-wanita kita. Tetapi, setelah hijrah ke Madinah, keadaannya sungguh berbeda dengan orang Anshar. Mereka telah justru dikuasai kehendaknya oleh wanita-wanita mereka, sehingga wanita-wanita kita terpengaruh dengan kebiasaan mereka.”
Nabi SAW tersenyum mendengar perkataan Umar. Umar lalu memperhatikan keadaan kamar Nabi. Terlihat tiga lembar kulit binatang yang telah disamak dan sedikit gandum di sudut kamar itu, selain itu tidak terdapat apa pun. Umar menangis sampai senggukan melihat keadaan Nabi yang seperti itu. Tiba-tiba Rasulullah bertanya kepada Umar, “Mengapa engkau menangis?”
“Bagaimana saya tidak menangis, ya Rasululah. Saya sedih melihat bekas tanda tikar yang engkau tiduri di badan engkau yang mulia dan saya prihatin melihat keadaan kamar ini. Semoga Allah mengkaruniakan kepada engkau bekal yang lebih banyak,” jawab Umar. Ia mengatakan, orang-orang Persia dan Romawi yang tidak beragama dan tidak menyembah Allah, raja mereka hidup mewah. Mereka hidup dikelilingi taman yang di tengahnya mengalir sungai, sedangkan Rasul, hidup dalam keadaan sangat miskin.
Mendengar jawaban Umar, Rasulullah berkata, “Wahai Umar, sepertinya engkau masih ragu mengenai hal ini. Dengarlah, kenikmatan di alam akhirat tentu akan lebih baik daripada kesenangan hidup dan kemewahan di dunia ini.”
Beliau menambahkan, jika orang-orang kafir itu dapat hidup mewah di dunia ini, umat Islam pun akan memperoleh segala kenikmatan tersebut di akhirat nanti. Di sana, kita akan mendapatkan segala-galanya. Mendengar sabda Nabi, Umar menyesal. Lalu, ia berkata, “Ya Rasulullah, memohonlah ampun kepada Allah SWT untuk saya. Saya telah bersalah dalam hal ini.”
Amanat / Hikmah dari kisah Rasulullah saw- Zuhud adalah salah satu akhlaq terpuji yang patut kita contoh dalam kehidupan kita karena dengan sifat zuhud kita mampu membersihkan diri kita dari kotoran duniawi yang melenakan hati dari mengingat datangnya mati.
- Begitulah wujud kecintaan para sahabat Nabi saw, ketika nabi saw mengalami suatu masalah mereka pun ikut bersedih, seakan-akan merasakan apa yang Rasulullah saw rasakan, dalam suatu hadits pernah disebutkan, kecintaan kepada Allah dan RasulNya bisa memasukkan kedalam surga walau amal tak seberapa, karena sabda nabi saw sesungguhnya seseorang bersama orang yang dicintainya diahirat nanti?.
- Dan sekedar amanat dan nasehat untuk kita tentang zuhud kepada dunia sangat penting, bayangkan kita semua pasti ingin bergelimang harta bukan? dan hidup mewah dan enak didunia tanpa merasa menderita dan ahiratpun ingin masuk surga? siapa pun pasti juga mau yang seperti ini tapi apakah kita tidak berfikir? Rasulullah saw saja yang PASTI masuk surga kehidupannya sedemikian sederhana apa adanya, tidak pernah membanggakan harta, semua hartanya kadang ia sedekahkan. Lihatlah tempat alas tidur rasul saw dari pelepah daun kurma dan dedaunan kering? sementara kita beralas tidur mewah spring bed, tidur sampai ngiler lupa waktu sholat. memanglah kenikmatan dunia selalu membuat orang lupa
- kita patut menangisi kenaifan diri kita yang terlalu berharap masuk surga sementara kita sendiri masih mencintai dunia, padahal semakin manusia cinta dunia semakin ia lupa ahirat, hidup manusia kalau sudah cinta dunia ia hanya ingin hidup serba mewah bak raja segala kehidupannya terpenuhi apa yang ia inginkan tercapai tapi manusia akan tertutup mata hatinya ia akan menjadi sombong, angkuh dan semakin kaya semakin pelit, itulah rumus kehidupan dunia "semakin manusia kaya, semakin tumbuh sifat pelit dalam dirinya, karena semakin ia banyak harta semakin manusia mencintainya tak ingin sedikitpun kehilangan hartanya,"
- Hidup Manusia yang bergelimang harta, segala kehidupannya terpenuhi lahir dari keluarga terpandang, dikaruniai fisik yang sempurna terkadang membuat ia lupa diri, bangga diri dan tidak peka terhadap orang lain yang kehidupannya jauh lebih buruk daripada dia, yang hidupnya terlunta-lunta, terkadang untuk makan sehari-hari pun belum tentu ada. sehingga manusia macam ini jika tidak mempunyai ilmu agama yang cukup adalah semakin kaya semakin tidak bersyukur, semakin tidak peduli keadaan sosial, semakin angkuh, bangga diri lupa mati, tidak mau sedekah apalagi berzakat, akibatnya semua hartanya hanya akan jadi timah panas yang membakarnya dineraka.
- mungkin sebagai gambaran contoh kecil saja adalah kehidupan artis sinetron yang mengajarkan kehidupan glamour, berumah mewah bermobil mewah, punya istri cantik, kerjanya enak ngantor duduk pakai dasi, gaji gede, itulah yang diajarkan panutan sesat televisi jaman sekarang mengilusi penontonnya sehingga jadi pendamba dunia, dikibuli oleh angan-angan kosong, sehingga lupa bahwa hidup ini sementara, padahal kita harus memperjuangkan hidup ini mati-matian dengan cara yang halal dan pasti penuh rintangan onad duri ujian dan cobaan, jika ingin sukses dunia dan ahirat.
- Kemudian ada yang bertanya dan beranggapan salah, apakah kalau begitu umat islam itu tidak boleh kaya? tentu saja sangat boleh, karena sahabat Nabi saw yang bernama abdurrohman bin auf adalah salah satu contohnya, kaya tapi beriman ia gunakan sebagian besar kekayaannya untuk berjuang dijalan Allah SWT, bukan untuk bermegah-megahan didunia sambil membanggakan diri menghina orang miskin, gemar mencari pujian dan penghormatan dan sebagainya.
- Seperti kata ulama terkenal "Zuhud bukan berarti kita tidak memiliki apa-apa, tapi zuhud adalah kita tidak dikuasai oleh apa yang kita punya". maksudnya adalah kita boleh memiliki banyak harta tetapi jangan sampai kita dibuat lupa olehnya sehingga lalai akan aturan agama, hidup didunia ini sementara, seperti orang berteduh di perjalanan jauh, cuman singgah saja, kalaupun mati semua yang kita punya, Istri, anak, harta kekayaan, pangkat jabatan semuanya tak ada yang menemani perjalanan kita menuju alam barzah yang sangat gelap dan dingin, yang menemani adalah amal perbuatan kita selama hidup didunia.
Kebanyakan orang sukses adalah yang masa mudanya prihatin, orang lain sibuk hura-hura ia sibuk belajar, orang lain sibuk menikmati masa muda masa yaitu masa paling indah untuk pacaran, nongkrong, dan perbuatan mudorot lainnya ia gunakan untuk belajar agama , orang lain sibuk dengan mainan mereka chatingan lewat hape android pake bbm dan sebagainya ia sibukkkan diri membantu pekerjaan orang tua. wahai saudaraku para remaja, sukses itu tidak hanya berarti kita bergelimang harta, tapi sukses itu bisa diartikan juga kita menjadi pribadi yang dewasa dan punya sifat kemandirian yang dewasa, mampu menyikapi segala hal dengan akal yang berwawasan luas. sehingga segala sesuatu akan ia serahkan kepada Allah sang pemiliki solusi dan masalah. berbeda dengan orang yang belum pernah belajar zuhud sejak masa muda ketika masalah rumah tangga melanda ia melarikan diri kepada miras, main perempuan, berjudi, hura-hura,narkoba dan sebagainya yang semua itu akan membinasakan dia diahir kehidupannya.
Terahir nasihat kepada para pemuda supaya berlatih zuhud sedari sekarang supaya masa tua nanti kita jadi orang yang punya bekal untuk menamengi diri dari godaan dunia, belajarlah dengan tekun, jangan ikutan gengsi teman-temanmu yang bersekolah harus naik motor atau diantar pakai mobil lebih baik jalan kaki dan bersepeda selain sehat juga melatih mental kita menumbuhkan rasa prihatin sejak dini. berlatih menabung, hemat tidak boros-borosan dalam membelanjakan uang saku juga termasuk perilaku menumbuhkan sifat zuhud. seorang pelajar yang tidak punya rasa zuhud sedikitpun dalam hatinya ia tidak akan mampu mensyukuri apa yang ia beri dari orang tua, semisal minta tambahan uang saku, menuntut beli ini beli itu dan sebagainya. kasihan orang tua kita apalagi jika orang tua kita termasuk keluarga tidak mampu apakah itu tidak sama saja dengan mencekik leher orang tuamu? bayangkanlah ketika kamu nanti jadi orang tua dan anakmu bukan anak yang pandai bersyukur dan suka menuntut apakah itu tidak menyakiti hati orang tuamu?
Refrensi : Koran Republika