Senin, 30 Agustus 2021
Sikap Ahlussunah Wal Jama'ah VS Syiah Kepada Ahli Bait Rasulullah SAW
oleh : Ust. Abu Abdillah Fadlan Fahamsyah, Lc. M.H.I
(Dosen STAI Ali bin Abi Thalib Suarabaya)
Segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan kita bertaubat kepada-Nya. Kita pun berlindung kepada Allah dari keburukan-keburukan jiwa, dan dari kejelekan-kejelekan perbuatan kita. Barangsiapa yang Allah berikan petunjuk kepadanya, maka tidak ada seorang pun yang mampu menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada seorang pun yang mampu memberikan petunjuk kepadanya.
Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada nabi kita Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jalannya sampai yaumil qiyamah. Amma ba’du.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى
“Aku ingatkan kalian kepada Allah akan hak-hak ahli baitku (keluargaku).” (HR. Muslim no. 6378)
Bertolak dari hadits inilah, kami goreskan pena ini untuk mengenal lebih jauh siapakah ahli bait nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Agar dengannya kita bisa lebih mencintai mereka, menyelami kehidupan mereka dan meneladani budi pekerti mereka.
A. SIAPAKAH AHLU BAIT NABI shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Yang dimaksud ahli bait dalam pandangan Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah semua kerabat nabi yang diharamkan atas mereka untuk menerima sedekah, mereka adalah para istri nabi dan anak cucu beliau, dan setiap muslim dan muslimah yang berasal dari nasab keturunan bani Hasyim dan bani Muththalib.
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Badr hafidzahullah berkata:
القولُ الصَّحِيْحُ فِيْ المُرَادِ بِآلِ بَيْتِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – هُمْ مَنَ تَحْرُمُ عَلَيْهِمْ الصَّدَقَةُ، وَهُمْ أزوَاجُهُ وَذُرِّيَّتُهُ، وَكُلُّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ مِنْ نَسْلِ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ، وَهُمْ بنُوْ هَاشِمِ بْنِ عَبْدِ مَنَافٍ
“Pendapat yang shahih tentang maksud dari ahli bait nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mereka (kerabat nabi) yang diharamkan memakan harta sedekah, yaitu para istri nabi dan anak cucu beliau, dan setiap muslim laki-laki maupun wanita dari keturunan Abdul Muththalib, mereka adalah anak keturunan Hasyim bin Abdi Manaf.”[1]
Sebagian para ulama, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah menambahkan bani Muththalib[2] (saudaranya Hasyim) ke dalam ahli bait karena bani Hasyim dan bani Muththalib itu satu (tidak terpisahkan baik di kala jahiliyah maupun Islam).[3]
Al-Imam Muslim rahimahullah menulis sebuah bab dalam kitab shahih beliau:
“بَابُ تَحْرِيمِ الزَّكَاةِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَعَلَى آلِهِ وَهُمْ بَنُوْ هَاشِمٍ وَبَنُوْ الْمُطَّلِبِ دُوْنَ غَيْرِهِمْ”
“Bab: Tentang haramnya zakat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para keluarganya yaitu Banu Hasyim dan Banu Muththalib, tidak diharamkan selain mereka.”[4]
Dari keterangan di atas bisa diperinci bahwa ahli bait nabi adalah sebagai berikut:
1. Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Adapun nama istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pendapat yang masyhur adalah sebagai berikut:
1). Khadijah binti Khuwailid
2). Saudah binti Zam’ah
3). Aisyah binti Abu Bakar ash-Siddiq
4). Hafshah binti Umar bin Khaththab
5). Zainab binti Khuzaimah
6). Ummu Salamah Hindun Binti Abi Umayyah
7). Zainab binti Jahsy
8). Juwairiyyah binti al-Harits
9). Shafiyah binti Huyay Bin Akhthab
10). Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
11). Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyyah[5] radhiyallahu ‘anhunna jami’an
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa istri-istri nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk Ahli bait adalah Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِير
“Dan hendaklah kalian (para isteri nabi) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, hai ahlul bait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (QS. al-Ahzab [33]: 33)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Dan tidak ada keraguan bagi orang yang mentadabburi al-Qur’an, bahwa istri-istri rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dalam Firman Allah ta’ala di atas.”[6]
2. Putra-putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Putra-putri Rasulullah shallallahu ‘‘alaihi wa sallam ada tujuh orang, tiga laki-laki dan empat perempuan:
1). Al-Qasim, dari nama inilah nabi dipanggil kunyahnya, sehingga nabi dipanggil dengan sebutan Abul Qasim.
2). Abdullah, beliau diberi julukan at-Thahir dan at-Thayyib.
3). Ibrahim, beliau adalah anak nabi yang paling kecil.
4). Zainab
5). Ruqayyah
6). Ummu Kultsum
7). Fathimah
Semua anak-anak nabi lahir dari rahim Khadijah kecuali Ibrahim, beliau terlahir dari budak nabi Mariyah al-Qibtiyyah semoga Allah meridhai mereka semua.[7]
3. Cucu-cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari putri-putri beliau, rasulullah mempunyai beberapa cucu, yaitu:
1). Umamah (anak Zainab binti rasul dengan suaminya Abil Ash bin Rabi’)
2). Ali (anak Zainab binti Rasulullah dengan suaminya Abil Ash bin Rabi’), meninggal waktu kecil.
3). Abdullah (anak Ruqayyah binti rasulullah dengan suaminya Utsman bin Affan)
4). Hasan (anak Fathimah binti rasulullah dengan suaminya Ali bin Abi Thalib) dan keturunannya.
5). Husain (anak Fathimah binti rasulullah dengan suaminya Ali bin Abi Thalib) dan keturunannya.[8]
6). Muhsin (anak Fathimah binti rasulullah dengan suaminya Ali bin Abi Thalib), meninggal waktu kecil.
7). Ummu Kultsum (anak Fathimah binti rasulullah dengan suaminya Ali bin Abi Thalib
8). Zainab (anak Fathimah binti rasulullah dengan suaminya Ali bin Abi Thalib)[9] radhiyallahu anhum jami’an
4. Keturunan bani Hasyim
Keturunan bani Hasyim sangatlah banyak, di antaranya adalah:
Hamzah bin Abdul Muththalib bin Hasyim dan keturunannya, di antaranya tiga orang anaknya yaitu Ya’la, ‘Imarah, dan Umamah
Abbas bin Abdul Muththalib bin Hasyim dan keturunannya, di antaranya Abdullah ibnu Abbas dan Fadhl bin Abbas
Keturunan Harits bin Abdul Muththalib bin Hasyim, seperti Abu Sufyan bin al-Harits dan keturunannya.
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim, dan keturunannya meskipun selain dari rahim Fathimah seperti Muhammad bin al-Hanafiyah.
Ja’far bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim, dan keturunannya, seperti: Muhammad, Aun dan Abdullah bin Ja’far.
Aqil bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim, dan keturunannya.
Keluarga Abu Lahab bin Abdul Muththalib bin Hasyim yang masuk Islam, seperti anaknya abu Lahab yang bernama: Utbah dan Mut’ib beserta keturunannya.
Shafiyyah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Radhiyallahu ‘anhum jami’an
Dan lain-lain.[10]
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa anak-anak dari paman-paman nabi (keturunan Bani Hasyim) termasuk Ahli Bait, adalah riwayat yang mengatakan bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata di hadapan cucu al-Harits bin Abdul Muththalib bin Hasyim dan juga Fadhl bin al-Abbas bin Abdul Muththalib bin Hasyim:
إِنَّ اَلصَّدَقَةَ لَا تَنْبَغِي لِآلِ مُحَمَّدٍ، إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ اَلنَّاسِ
“Sesungguhnya sedekah tidak pantas untuk keluarga Muhammad, karena ia adalah kotoran harta manusia.” (HR. Muslim: 1072)
5. Keturunan bani al-Muththalib.
Semua keturunan al-Muththalib yang masuk Islam adalah ahli bait, di antaranya adalah Ubaidah bin al-Harits bin al-Muththalib,[11] beliau gugur setelah perang Badr –semoga Allah meridhai beliau-.
Termasuk juga Imam asy-Syafi’i rahimahullah, karena beliau adalah keturunan bani Muththalib, nama lengkap beliau adalah: Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushay. [12]
Ahlu bait menurut syiah:
Adapun ahli bait menurut syiah, maka mereka berseberangan dengan pendapat Ahlus Sunnah di atas, mereka membatasi bahwa yang dimaksud dengan ahli bait kenabian hanya empat orang, yaitu: Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, adapun selain dari empat orang tersebut, maka mereka mengeluarkannya dari ahli bait nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan mereka juga mempunyai pendapat ekstrim yaitu mengeluarkan anak-anak Ali sendiri yang bukan dari Fathimah, seperti Muhammad ibnul Hanafiyah. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, mereka mengeluarkan tiga anak perempuan nabi selain Fathimah, yaitu Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqayyah radhiyallahu ‘anhunna. Begitu juga suami-suami mereka dan anak-anak mereka. Semua tidak mereka anggap sebagai ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[13]
B. SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP AHLU BAIT
Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat mencintai ahlu bait dan memuliakan mereka, karena mencintai mereka adalah bagian dari kecintaan terhadap rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya Ahlus Sunnah mencintai keluarga nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjaga wasiat beliau kepada mereka, sebagaimana yang beliau katakan pada hari Ghadir Khum: ‘Aku ingatkan kalian (agar memuliakan) ahli baitku’, dan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata kepada pamannya al-Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika ia mengeluhkan sikap Quraisy yang meremehkan Bani Hasyim, beliau berkata: ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, mereka tidak beriman sampai mereka mencintai kalian (ahli baitku)….’ Ahlus Sunnah juga loyal (setia) kepada istri-istri rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka adalah ibu orang-orang yang beriman dan mereka adalah istri-istri nabi di dunia dan akhirat.”[14]
Meskipun Ahlus Sunnah mencintai dan memuliakan ahli bait, akan tetapi Ahlus Sunnah tidak melampaui batas dan ghuluw (ekstrim) dalam mencintai mereka, Ahlus Sunnah mencintai ahlu bait selama mereka mengikuti sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berada di jalan yang lurus, Ahlus Sunnah berlepas diri dari mereka jika menyimpang dari agama, meskipun mereka adalah ahli bait -apalagi yang hanya mengaku-ngaku menjadi ahli bait-, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِيْ عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لاَ أُغْنِيْ عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِيْنِيْ مَا شِئْتِ لاَ أُغْنِيْ عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
“Wahai Abbas bin Abdil Muththalib (paman nabi), sedikitpun aku tidak bisa memberikan manfaat kepadamu di hadapan Allah, wahai Shafiyyah bibi rasulullah sedikitpun aku tidak bisa memberikan manfaat kepadamu di hadapan Allah, wahai Fathimah binti Muhammad mintalah hartaku sesuka hatimu, tapi sedikitpun aku tidak bisa memberikan manfaat kepadamu di hadapan Allah.” (HR. Bukhari: 2753)
C. Sikap Syiah Terhadap Ahli Bait
Adapun sikap Syiah kepada ahlu bait dan imam-imam yang mereka anggap keturunan Ali radhiyallahu ‘anhu, mereka percaya bahwa semuanya terhindar dari dosa (ma’sum), bahkan mereka percaya bahwa imam-imam mereka lebih mulia dari pada para nabi dan rasul ‘alaihimussalam, dan lebih mulia dari para malaikat terdekat ‘alaihimussalam.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan al-Khumaini dalam kitabnya Wilayatul Faqih: “Di antara pokok-pokok madzhab kami adalah bahwasanya tidak ada seorang pun yang mendapatkan kedudukan manawiyah ruhiyah yang dimiliki oleh para imam-imam kami, meskipun malaikat yang dekat dan nabi yang diutus.”[15]
D. KEUTAMAAN AHLI BAIT
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِير
“Dan hendaklah kalian (para isteri nabi) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, hai ahlul bait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (QS. al-Ahzab [33]: 33)
Ayat di atas menunjukkan betapa sayangnya Allah subhanahu wa ta’ala kepada para istri nabi (keluarga nabi), sehingga Allah ‘azza wa jalla ingin menjadikan mereka terhindar dari fitnah dan dosa.
Isteri seseorang adalah merupakan bagian dari keluarganya. Sebagaimana ketika Allah ta’ala menceritakan tentang keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
قَالُوا أَتَعْجَبِيْنَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (QS. Hud [11]: 73)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat di hadapan para sahabat sekembalinya beliau dari haji wada’, di sebuah tempat antara Makkah dan Madinah yang bernama Ghadir Khum, beliau bersabda:
أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوْشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّيْ فَأُجِيْبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيْكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيْهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوْا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ. فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيْهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِيْ أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِيْ أَهْلِ بَيْتِيْ أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِيْ أَهْلِ بَيْتِيْ أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِيْ أَهْلِ بَيْتِيْ.
“Amma ba’du; Ketahuilah wahai para manusia! Sesungguhnya aku adalah seorang manusia, bisa jadi sudah dekat kedatangan utusan Rabbku, lalu aku menjawabnya. Dan aku tinggalkan di antara kalian dua perkara; pertama; Kitabullah (al-Qur’an). Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah dan berpegang teguhlah dengannya.” (Perawi berkata): maka beliau memotivasi dan menganjurkan untuk berpegang teguh dengannya. Kemudian Nabi Sallallahu ‘alaihi Wa Sallam berkata: “Dan yang kedua keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang (hak-hak) keluargaku. Beliau mengulangnya tiga kali.” (HR. Muslim no. 6378)
Dalam hadits di atas nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada para sahabat bahwa ajal beliau sudah sangat dekat sehingga beliau menyampaikan wasiat ini, hal ini menunjukkan juga bahwa dua hal yang diwasiatkan oleh rasulullah di atas sangatlah penting dan harus ditunaikan oleh umatnya. Yaitu berpegang teguh dengan al-Qur’an kitabullah dan menunaikan hak-hak ahli bait (keluarga nabi).
E. PARA SALAF DAN AHLI BAIT
Para salaf dari kalangan para sahabat dan generasi sesudahnya sangat mencintai dan memuliakan ahli bait.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah mencantumkan riwayat dalam kitabnya al-Bidayah wan Nihayah: “Dahulu ketika Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu, bertemu dengan al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma (cucu nabi) dan Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhuma, maka beliau berkata kepada al-Hasan: ‘Marhaban wa ahlan untuk cucu rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam’, kemudian beliau memberikan kepada al-Hasan tiga ratus ribu (dinar), kemudian beliau berkata kepada Abdullah bin Zubair: ‘Marhaban wa ahlan untuk anak dari bibinya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam’, kemudian beliau memberikan kepadanya seratus ribu (dinar).”[16]
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah Berkata kepada Abdullah bin Hasan bin Husain radhiyallahu ‘anhum “Jika engkau ada kebutuhan, maka kirimkanlah surat kepadaku! Sesungguhnya aku malu kepada Allah bila Ia melihat engkau (berdiri) di depan pintu rumahku. Tidak ada di muka bumi ini keluarga yang lebih aku cintai daripada kalian. Sungguh kalian lebih aku cintai dari pada keluargaku sendiri.”[17]
Sengaja kami cantumkan di sini perkataan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu dan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah untuk membantah prasangka buruk yang senantiasa dituduhkan oleh sekelompok orang terhadap keluarga Bani Umayyah, bahwa mereka memusuhi atau membenci ahlul bait.
F. ULAMA’ AHLUS SUNNAH DAN AHLI BAIT
Para ulama Ahlus Sunnah sangat mencintai ahli bait dan memuliakan mereka, berikut kami cantumkan beberapa nukilan dari mereka:
Al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Husain al-Ajurri rahimahullah berkata:
وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ مَحَبَّةُ أَهْلِ بَيْتِ رَسُوْلِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، بَنُوْ هَاشِمْ: عَلِيُّ بْنُ أَبِيْ طَالِبٍ وَوَلَدُهُ وَذُرِّيَّتُهُ، وَفَاطِمَةُ وَوَلَدُهَا وَذُرِّيَّتُهَا، وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ وَأَوْلَادُهُمَا وَذُرِّيَّتُهُمَا، وَجَعْفَرُ الطَّيَّارُ وَوَلَدُهُ وَذُرِّيَّتُهُ، وَحَمْزَةُ وَوَلَدُهُ، وَالْعَبَّاسُ وَوَلَدُهُ وَذُرِّيَّتُهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَاجِبٌ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ مَحَبَّتُهُمْ وَإِكْرَامُهُمْ
“Diwajibkan atas setiap orang mukmin laki-laki dan orang mukmin perempuan mencintai keluarga (ahlul bait) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu: Bani Hasyim; Ali bin Abi Thalib beserta anak dan cucu-cucunya, Fathimah beserta anak dan cucu-cucunya, Hasan dan Husain beserta anak dan cucu-cucunya, Ja’far ath-Thayyaar beserta anak dan cucu-cucunya, Hamzah beserta anak dan cucu-cucunya, Abbas beserta anak dan cucu-cucunya. Mereka itulah keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diwajibkan atas orang-orang muslim untuk mencintai dan memuliakan mereka.”[18]
Al-Imam as-Sa’di rahimahullah berkata: “Mencintai Ahli bait hukumnya wajib karena beberapa sebab, yang pertama: karena keislaman, keutamaan dan dahulunya mereka masuk Islam, kedua: karena mereka adalah kerabat nabi dan senasab dengan beliau, ketiga: karena nabi memerintahkan kita mencintai dan memuliakan mereka.[19]
Begitulah para ulama Ahlus Sunnah, mereka sangat mencintai dan memuliakan ahli bait nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
G. Penutup
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kita di antara orang-orang yang mencintai keluarga nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum, dan semoga Allah mengumpulkan kita bersama mereka di surga-Nya kelak. Amin ya Rabbal alamin.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ… وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
.
REFERENSI:
1. Fadhl Ahli Bait wa Uluwwi Makanatihi, Abdul Muhsin bin Hamd al-Badr (Riyadh: Dar Ibn Atsir, 1422 H)
2. Ar-Rahiq al-Makhtum, Shafiyurrahman al-Mubarakfuri (al-Manshurah: Dar el-Wafa’, 1425 H)
3. Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibad, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1415 H)
4. As-Syiah wa Ahlu Bait, Dr. Ihsan Ilahi Dzahir (Lahore: Idarah Turjuman as-Sunnah), hal: 25-26
5. Al-Aqidah al-Wasitiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Dar Ibnu al-Jauzi)
6. At-Tanbihat al-Lathifah fiima Ihtawat ‘Alaihi al-Wasitiyah, karya Imam Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (Riyadh: Dar at-Tayyibah: 1414 H), Maktabah Syamilah.
7. Al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ashhab, Ibnu Abdil Barr
8. Dan kitab-kitab lainnya.
[1] Fadhl Ahli Bait wa Uluwwi Makanatihi, Abdul Muhsin bin Hamd al-Badr hafidzahullah (Riyadh: Dar Ibn Atsir, 1422) hal: 7. Bandingkan juga dengan yang dikatakan Syaikh Shalih Fauzan hafidzahullah dalam Aqidah at-Tauhid, Dar al-Qasim hal: 162.
[2] Muththalib di sini bukanlah Abdul Muththalib, akan tetapi Muththalib di sini adalah saudaranya Hasyim, sedang Hasyim punya anak namanya Abdul Muththalib, sehingga Muththalib adalah pamannya Abdul Muththalib…sebenarnya Abdi Manaf mempunyai anak empat: Hasyim, Muththalib, Novel dan Abd Syams, akan tetapi yang masuk ahli bait di antara mereka hanyalah anak keturunan Hasyim dan anak keturunan Muththalib saja.
[3] Fadhl Ahli Bait wa Uluwwi Makanatihi, Abdul Muhsin bin Hamd al-Badr, hal: 7.
[4] Lihat Shahih Muslim, 3/177 cet. Dar al-Jil, Beirut.
[5] Ar-Rahiq al-Makhtum, Shafiyurrahman Mubarakfuri (al-Manshurah: Dar el-Wafa’, 1425 H), hal: 406-407.
[6] Tafsir al-Qur’an al-Azhim, al-Imam Ibnu Katsir (Dar al-Thayyibah): 6/415.
[7] Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibad, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1415 H), 1/103
[8] Maksudnya Hasan dan Husain beserta anak keturunannya adalah ahli bait, karena bapak mereka berdua adalah Ali bin Abi Thalib seorang keturunan dari bani Hasyim, berbeda dengan menantu-menantu nabi yang lain yang bukan dari bani Hasyim.
[9] Semua cucu-cucu nabi dari anak-anak perempuan beliau, karena semua anak laki-laki nabi meninggal di usia kecil.
[10] Bani Hasyim di sini sangatlah banyak, yang mana di dalamnya mencakup paman-paman dan bibi-bibi nabi beserta anak keturunan mereka, akan tetapi yang dikatakan ahli bait adalah yang masuk Islam di antara mereka. Kami mencantumkan nama-nama di atas dari berbagai kitab-kitab siroh, dan untuk mengetahui nama-nama bani Abdul Muththalib bin Hayim, di antaranya silahkan lihat kitab: Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibad, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1415 H), 1/104-105.
[11] Lihat: al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ashhab, Ibn Abdil Barr: 2/99.
[12] Siyar A’lamin Nubala’ karya al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah, 10/5-6, dan Tahdzibul Asma’ wal Lughat karya al-Imam an-Nawawi rahimahullah, 1/44.
[13] Pembahasan ini telah kami bahas panjang lebar pada majalah kita edisi 66, vol. 8 hal. 12 tahun 1432 H/2010.
[14] Al-Aqidah al-Wasitiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Dar Ibnu al-Jauzi, hal: 188.
[15] Wilayat al-Faqih, al-Khumaini cet. Teheran, hal: 57. Lihat juga as-Syiah wa Ahl Bait Dr. Ihsan Ilahi Dzahir (Lahore: Idarah Turjuman as-Sunnah), hal: 25-26.
[16] Al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam abul Fida’ Ibnu Katsir : 8/146.
[17] (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam “Thabaqaat Al Kubra”: 5/333-334).
[18] Lihat: asy-Syari’ah, karya al-Imam al-Ajurri : 3/3.
[19] Lihat: At-Tanbihat al-Lathifah fiima Ihtawat ‘Alaihi al-Wasithiyah, karya Imam Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (Riyadh: Dar at-Tayyibah: 1414 H), Maktabah Syamilah. hal. 102.
(Tulisan ini telah dimuat di Majalah adz Dzakhiirah al Isalmiyyah Edisi 86 Vol.10 No.08 Th. 1435 H/ 2014 M)
TagEdisi 67, edisi 86
Kategori
INFORMASIMANHAJ
Syiah dan Ahlul Bait
Penulis artikelOleh Majalah Islami Adz-Dzakhiirah
Tanggal artikel21 Agustus 2014
Tak ada komentarpada Syiah dan Ahlul Bait
SYI’AH DAN AHLU BAIT
Oleh: Abu Abdillah Fadlan Fahamsyah, Lc. M.H.I
(Dosen STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya)
Syi’ah adalah firqoh sesat yang jauh menyimpang dari ajaran Islam, mereka adalah sejelek-jelek manusia yang mengklaim bahwa mereka menyintai sebaik-baik manusia (ahlu bait). Tetapi itu hanyalah sebatas pengakuan atau omong kosong yang selalu mereka nyanyikan, dibalik itu mereka menyembunyikan niat busuk, rencana jahat, makar, pengkhianatan terhadap Islam, dan penghinaan terhadap sahabat Nabi, kemudian mereka memolesnya dan menutupinya dengan “kecintaan terhadap ahlu bait” atau dengan kata lain “Syi’ah membajak nama ahlu bait.”
SIAPAKAH AHLU BAIT?
Ahlu bait menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah keluarga Nabi Muhammad yang diharamkan atas mereka untuk memakan shodaqoh, di antaranya adalah keluarga Ali, Ja’far, Aqil, al-Abbas, anak-anak al-Harits bin Abdil Muththolib dan seluruh istri-istri Rosululloh dan juga anak-anak perempuan belilau.[1]
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa istri-istri Rosululloh termasuk ahlu bait adalah firman Alloh Ta’ala:
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ
Sesungguhnya Alloh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. al-Ahzab: 33)
Imam Ibnu Katsir v berkata, “Dan tidak ada keraguan bagi orang yang mentadabburi al-Qur’an bahwa istri-istri Rosululloh termasuk dalam firman Alloh di atas. Hal itu didukung oleh konteks kalimat, sehingga Alloh mengatakan sesudahnya:
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Alloh dan Hikmah (sunnah Nabimu). (QS. al-Ahzab: 33)
Artinya, dan ingatlah (wahai istri-istri nabi) apa saja yang dibacakan dirumah kalian berupa ayat-ayat Alloh dan hikmah[2].
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa anak–anak dari paman-paman Rosul termasuk ahlu bait, adalah riwayat yang mengatakan bahwa Rosululloh pernah berkata dihadapan cucu al-Harits bin Abdul Muththolib dan juga al-Fadhl bin al-Abbas:
إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَ تَنْبَغِي لآلِ مُحَمَّدٍ، إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ
Sesungguhnya shodaqoh tidak pantas untuk keluarga Muhammad, karena ia adalah kotoran manusia.[3]
Sebagian ulama juga ada yang memasukkan Bani Muththolib dalam ahlu bait, karena Bani Hasyim dan Bani Muththolib syai’un wahid (keluarga yang satu).[4]
Adapun Syi’ah berpendapat kebalikan dari hal di atas. Mereka membatasi bahwa yang dimaksud dengan ahlu bait kenabian hanya empat orang, yaitu: Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Selain dari empat orang tersebut mereka keluarkan dari ahlu bait Nabi. Bahkan mereka juga mempunyai pendapat yang ekstrim yaitu mengeluarkan anak-anak Ali sendiri yang bukan dari Fathimah, seperti Muhammad Ibnul Hanafiyah. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, mereka mengeluarkan tiga anak perempuan Rosululloh selain Fathimah, yaitu Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqoyyah radliyAllohu ‘anhunna. Begitu juga suami-suami mereka dan anak-anak mereka. Semua tidak mereka anggap sebagai ahlu bait Nabi.[5]
SIKAP AHLUS SUNNAH DAN SYI’AH TERHADAP AHL BAIT
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya Ahlus Sunnah mencintai keluarga Nabi, loyal kepada mereka, menjaga wasiat beliau kepada mereka, sebagaimana yang beliau katakan pada hari ghodir ghum: ‘Aku ingatkan kalian (agar memuliakan) ahlu baitku.’ Dan Rosululloh juga berkata kepada al-Abbas ketika dia mengeluhkan sikap Quraisy yang meremehkan Bani Hasyim, beliau berkata, ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sesungguhnya mereka tidak beriman sampai mereka menyintai kalian (ahlu bait)….’ Ahlus Sunnah juga loyal kepada istri-istri Rosululloh , mereka adalah ibu-ibu orang-orang yang beriman, dan mereka adalah istri-istri Rosululloh di dunia dan di akhirat.[6]
Ahlus Sunnah menyintai ahlu bait dan memuliakan mereka, karena mencintai mereka adalah bagian dari kecintaan kepada Rosul, meskipun demikian Ahlus Sunnah tidak melampaui batas dan ghuluw dalam mencintai mereka. Ahlus Sunnah mencintai ahlu bait selama mereka mengikuti sunnah Rosululloh dan berada di jalan yang lurus, dan Ahlus Sunnah berlepas diri dari mereka jika mereka menyimpang dari agama, meskipun mereka adalah ahlu bait. Karena Rosululloh bersabda:
وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِيْنِيْ مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لاَ أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
Wahai Fathimah putri Muhammad mintalah hartaku sesuka hatimu, tapi sedikitpun aku tidak bisa memberikan manfaat kepadamu di hadapan Alloh.[7]
Adapun sikap Syi’ah kepada ahlu bait dan imam-imam yang mereka anggap keturuna Ali , mereka percaya semuanya terhindar dari dosa (ma’shum), bahkan mereka percaya bahwa imam-imam mereka lebih mulia dari pada para Nabi dan Rosul, dan lebih mulia dari pada para malaikat yang terdekat.
Hal itu sebagaimana yang diungkapkan al-Khumainy dalam kitabnya Wilayatul Faqih: Di antara pokok-pokok madzhab kami adalah bahwasanya tidak ada seorangpun yang mendapatkan kedudukan ma’nawiyah ruhiyah yang dimiliki oleh para imam-imam kami, meskipun malaikat yang dekat dan Rosul yang diutus.[8]
PERTENTANGAN ANTARA SYI’AH DAN AHLU BAIT
Syi’ah yang mengklaim mencintai ahlu bait ternyata mereka banyak menyelisihi ahlu bait, maka kecintaan mereka hanyalah sebatas pengakuan dan bukan kenyataan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan penyair:
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لأَطَعْتَهُ
إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعُ
Jika benar cintamu itu sejati, pasti engkau akan menaatinya
Sesungguhnya pecinta menaati sang kekasih
Di antara pertentangan antara Syi’ah dan ahlu bait adalah bahwasanya ahlu bait mencintai para sahabat Nabi. Berbeda halnya dengan Syi’ah Rofidhoh mereka melecehkan, menghina, bahkan mengkafirkan mayoritas sahabat Nabi.
Di antara bukti bahwa ahlu bait mencintai sahabat Nabi adalah perkataan Ali bin Abi Tholib , -imam yang mereka anggap ma’shum- beliau berkata ketika berada di atas mimbar kufah, “Sebaik-baik umat ini sesudah Nabinya adalah Abu Bakar dan Umar.”[9]
Beliau juga berkata, “Aku sering mendengar Rosululloh bersabda, ‘Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar’.”[10]
Hal ini menunjukkan bahwa Ali memuji Abu Bakar dan Umar karena kedekatannya dengan Rosululloh .
Diriwayatkn pula bahwa beliau berkata, “Sungguh aku lihat semua sahabat Muhammad , tidak seorangpun dari kalian yang bisa menyamai mereka, mereka berambut kusut dan berdebu (karena berjuang di medan laga), berjaga di tengah malam untuk bersujud dan berdiri sholat malam, di kening dan kedua pipi mereka selalu kelihatan kegesitan bekerja, kening-kening mereka menebal karena lama sujud, apabila mereka mengingat Alloh maka mengalirlah air mata mereka sampai membasahi baju mereka.[11]
Diriwayatkan dari Majlisi[12] dari ath-Thusi, tentang Ali bin Abi Tholib, bahwa beliau mengatakan kepada sahabat-sahabat beliau: “Saya wasiatkan kamu tentang sahabat-sahabat Rosululloh, jangan kamu mencaci mereka, karena mereka adalah sahabat Nabimu, mereka tidak pernah mengadakan dalam agama sedikit pun, tidak pernah membenarkan ahlu bid’ah. Ya demikianlah Rosululloh mewasiatkan kepada saya tentang mereka.[13]
Demikianlah sikap ahlu bait terhadap sahabat-sahabat Rosululloh, mereka mencintai dan menghormati mereka, dan masih banyak lagi nukilan-nukilan dari ahlu bait yang menunjukkan kecintaan mereka kepada para sahabat yang tidak mungkin kita cantumkan semua di makalah ini.
Adapun Syi’ah, mereka mencela, menghina bahkan mengkafirkan para sahabat, dan ini adalah salah satu bentuk pembangkangan dan pengkhianatan terhadap ahlu bait yang mana mereka menghormati para sahabat.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan ‘Bukhori’ mereka yaitu Muhammad Ya’qub al-Kulany, dia berkata, “Semua manusia sepeninggal Rosululloh telah murtad keculi 3 orang, yaitu al-Miqdad, Abu Dzar aL-Ghifary, dan Salman al-Farisy.”[14]
Dan di antara pertentangan Syi’ah terhadap ahlu bait adalah mereka mencela dan melaknat 3 Khulafaur Rosyidin Abu Bakar, Umar, dan Utsman g, kemudian menyifati mereka dengan berhala, murtad dan merampas kekholifaan Ali. Hal itu sebagaimana yang diungkapkan dedengkot mereka Muhammad Kazhim, ia membawa riwayat palsu atas nama Ali Zainal Abidin bahwa beliau berkata, “Siapa yang melaknat al-jibt/berhala (Abu Bakar) dan ath-thoghut (Umar) sekali laknat, maka dia akan mendapatkan 70.000 atau beribu-ribu kebaikan ….”[15] Semoga Alloh melaknat orang yang melaknat para sahabat Nabi .
KEDUSTAAN SYI’AH ATAS NAMA AHLU BAIT
Di antara kedustaan Syi’ah yang mereka sandarkan ke ahlu bait adalah
1. Mut’ah
Mereka menisbatkan perbuatan keji dan dosa ini kepada Rosululloh . Katanya beliau bersabda, “Barangsiapa meninggal dunia tanpa nikah mut’ah, maka kelak dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan terpotong hidungnya.”[16]
2. Memamerkan kemaluan
Bersamaan dengan mut’ah, kaum Syi’ah membolehkan memamerkan kemaluan kepada orang lain. Yang demikian itu sebagaimana yang mereka riwayatkan dari Abul Hasan ath-Thori’, bahwa ia berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah tentang seorang perempuan yang memperlihatkan kemaluannya, maka dia menjawab, ‘Tidak mengapa’.”[17]
3. Nikah tanpa wali
Kaum Syi’ah meriwayatkan secara dusta bahwa Ja’far berkata, “Tidak mengapa seorang perawan menikah tanpa izin kedua orang tuanya jika ia ridho.”[18]
4. Celaan ahlu bait terhadap para sahabat.
Kaum Syi’ah banyak meriwayatkan hadits-hadits palsu yang mereka nisbatkan kepada ahlu bait tentang celaan mereka terhadap para sahabat, di antaranya adalah yang mereka riwayatkan dari Ali Zainal Abidin bahwa baliau berkata, “Dan kami Bani Hasyim memerintahkan orang-orang tua dan anak-anak kecil kami untuk mencaci maki Abu Bakar dan Umar serta berlepas diri dari keduanya.”[19]
Dan masih banyak lagi kedustaan-kedustaan Syi’ah yang disandarkan kepada ahlu bait.[20]
PENGHINAAN SYI’AH TERHADAP AHLU BAIT
Syi’ah yang telah mendakwahkan diri, bahwa mereka mencintai dan mendukung ahlu bait ternyata mereka mencela dan merendahkan ahlu bait. Berikut ini kami nukilkan ucapan-ucapan mereka dari kitab-kitab mereka sendiri.[21]
1. Syi’ah merendahkan putri-putri Rosululloh .
Ahli sejarah Syi’ah Hasan al-Amin –semoga Alloh memburukkannya– berkata, “Para ahli sejarah menyebutkan bahwa Rosululloh mempunyai empat putri, tetapi setelah kami teliti kembali berdasarkan teks-teks sejarah, kami tidak menjumpai dalil yang menunjukkan bahwa mereka adalah putri-putri Rosululloh kecuali Fathimah az-Zahro, adapun selain beliau adalah anak-anak Khadijah dari suaminya yang pertama.[22]
2. Syi’ah merendahkan Ali .
Mereka menyifati Ali sebagai seorang penakut dan lemah yang tidak bisa mempertahankan miliknya, mereka mengatakan bahwa Ali sebenarnya tidak rela menikahkan Ummu Kultsum –anaknya– dengan Umar, tetapi karena dia takut kepada Umar maka dia akhirnya mewakilkan al-Abbas pamannya untuk menikahkan putrinya tersebut dengan Umar.[23]
3. Syi’ah menghina Fathimah
Kaum Syi’ah merendahkan Fathimah dengan menyandarkan kepada beliau perbuatan-perbuatan yang tidak layak dilakukan oleh seorang muslimah manapun. Di antaranya adalah mereka mengatakan bahwa Fathimah pernah mendatangi Abu Bakar dan Umar untuk menyelesaikan kasus fada’, kemudian terjadi pertengkaran di antara mereka, sehingga Fathimah mengoceh, dan (mengumpat) serta berteriak-teriak di tengah-tengah manusia.[24]
Demikianlah mereka merendahkan Fathimah, dan masih banyak lagi cerita-cerita bohong lainnya yang mereka sandarkan kepada beliau.
4. Syi’ah merendahkan Hasan .
Ketika Ali terbunuh, kaum Syi’ah mengangkat dan mendukung Hasan menjadi kholifah, tetapi belum lama menjadi kholifah kaum Syi’ah sudah mengkhianati dan menghinakan beliau. Hal ini diakui oleh ahli sejarah mereka ath-Thobrisy, dia mengatakan dalam kitabnya al-Ihtijaj, Hasan berkata, “Demi Alloh aku melihat Mu’awiyah lebih baik dari pada Syi’ah yang mengaku mendukungku, mereka menginginkan kematianku dan ingin mengambil hartaku, sesungguhnya berdamai dengan Mu’awiyah untuk menjaga darahku dan keluargaku itu lebih baik dari pada kaum Syi’ah membunuhku dan menyia-nyiakan ahlu baitku.”[25]
5. Syi’ah merendahkan Husain .
Para ahli hadits Syi’ah mengatakan: Sesungguhnya Fathimah membenci untuk mengandung Husain, dan karena kebencian ibunya ini, Husain tidak mau menyusu kepada Fathimah.[26]
SIKAP AHLU BAIT TERHADAP SYI’AH ROFIDHOH
Imam-imam ahlu bait seperti Ahlus Sunnah lainnya dalam menyikapi Syi’ah, mereka mengingkari dengan keras akan kesesatan akidah mereka, dan kedustaan-kedustaan yang mereka nisbatkan kepada diri mereka. Berikut akan kami nukilkan perkataan-perkataan para imam ahlu bait dalam mencela Syi’ah Rofidhoh.[27]
1. Ali bin Abi Tholib .
Beliau berkata:
لاَ يُفَضِّلُنِي أَحَدٌ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَر إِلاَّ جَلَدْتُهُ حَدَّ الْمُفْتَرِي
“Tidaklah seseorang melebihkan diriku atas syaikhoini (Abu Bakar dan Umar) melainkan aku cambuk dia sebagai hukuman bagi pendusta.”[28]
2. Al-Hasan bin Ali .
Diriwayatkan dari Amr bin A’shom, dia berkata kepada al-Hasan, “Sesungguhnya kaum Syi’ah menyangka bahwa Ali diutus sebelum hari kiamat, kemudian beliau menjawab, ‘Mereka berdusta, demi Alloh mereka bukanlah pengikut kami’.”[29]
3. Al-Husain bin Ali .
Beliau berkata kepada kaum Syi’ah yang ada di Irak setelah mereka menyuruh beliau untuk pindah ke Irak untuk dibaiat dan dijanjikan pertolongan, tetapi mereka mengingkari janji dan bahkan menyerahkan beliau ke tangan musuhnya, beliau berkata, “Ya Alloh sesungguhnjya ahlu Irak menipuku dan mengkhianatiku, dan sebelumnya mereka juga berbuat kejahatan kepada saudaraku (Hasan). Ya Alloh cerai beraikanlah mereka.”[30]
4. Ali bin al-Husain bin Ali .
Diriwayatkan secara shohih bahwa beliau berkata, “Wahai penduduk Irak (kaum Syi’ah) cintailah kami secara Islam dan janganlah kalian mencintai kami seperti kecintaan terhadap berhala, kalau kalian senantiasa mencintai kami dengan cara seperi ini, maka itu menjadi celaan bagi kami.”[31]
5. Muhammad bin Ali al-Baqir .
Beliau berkata, “Semua keturunan Fathimah telah sepakat bahwa mereka tidak berkata tentang Abu Bakar dan Umar kecuali dengan sebaik-baik perkataan.”
Diriwayatkan pula bahwa beliau berkata, “Sesungguhnya kaum Syi’ah di Irak mengira bahwa mereka mencintai kami ahlu bait, kemudian mereka mencela dan menghina Abu Bakar dan Umar , dan mereka mengira bahwa aku menyuruh mereka untuk melakukan itu, maka kabarkan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka, dan Alloh pun berlepas diri dari mereka. Demi Alloh jika aku mempunyai kekuasaan, aku akan mendekatkan diriku kepada Alloh dengan menumpahkan darah-darah mereka, sesungguhnya aku tidak akan mendapatkan syafaat Muhammad jika aku tidak mendoakan kebaikan untuk mereka berdua (Abu Bakar dan Umar ).”[32]
6. Zaid bin Ali .
Beliau berkata, “Abu Bakar adalah imam bagi orang-orang yang bersyukur, berlepas diri dari Abu Bakar dan Umar berarti berlepas diri dari Ali radhiyAllohu ‘anhum jami’an.”[33]
7. Ja’far bin Muhammad .
Beliau ditanya tentang Abu Bakar dan Umar, maka beliau berkata, “Dukunglah (cintailah) keduanya dan berlepas dirilah dari musuh-musuhnya, mereka berdua adalah imamul huda. Apakah ada orang yang mencela kakeknya? Sesungguhnya Abu Bakar adalah kakekku, aku tidak akan mendapatkan syafaat Muhammad jika aku tidak loyal kepada keduanya dan berlepas diri dari musuh-musuhnya.”[34]
Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan, “Kalian menanyakan kepadaku tentang dua orang yang telah merasakan manisnya buah surga.”[35]
Riwayat-riwayat di atas yang kami nukilkan dari para imam ahlu bait merupakan bantahan telak terhadap kaum Syi’ah yang telah mengkafirkan dan melecehkan Abu Bakar dan Umar . Semoga Alloh meridhoi para sahabat Nabi , dan membinasakan dengan segera kaum Syi’ah Rofidhoh di dunia dan akhirat. Amiin wAllohu a’lam.
[1] Aqidah at-Tawhid oleh asy-Syaikh DR. Soleh bin Fauzan, cet. Darul Qosim, hal. 162.
[2] Tafsir Ibnu Katsir, cet. Dar el-Taybah, Juz 6, hal, 415.
[3] HR. Muslim no. 1072
[4] Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah al-Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad, lihat Fadhlu Ahlul Bait wa
‘Uluum ’Inda Ahlis Sunnah oleh asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad.
[5] Untuk memperjelas masalah ini silahkan anda lihat kitab asy-Syi’ah wa Ahlul Bait oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir yang diterbitkan oleh Idaroh Turjumanu el-Sunnah, Lahore-Pakistan. Beliau adalah salah seorang ulama dari Pakistan yang sangat gigih dalam menyingkap rahasia dan kebohongan Syi’ah, beliau membantahnya melalui kitab-kitab ulama Syi’ah sendiri, hingga perjuangannya ini mengakibatkan beliau dibunuh oleh kelompok Syi’ah. Semoga Alloh merahmati beliau dan membinasakan Syi’ah Rofidhoh
[6] Al-Aqidah al-Washithiyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal. 188, cet. Dar Ibnu el-Jauzi.
[7] HR. Bukhori no. 2753.
[8] Lihat Wilayatul Faqih oleh al-Khumainy, dalam bab Wilayat Takwin, hal. 57 cet, Teheran. Dan perkataan senada juga sering di ungkpkan pembesar dan ulama-ulama Syi’ah yang lain seperti Muhammad bin Hasan al-Masyghory, al-Kulany, al-Qumy dan lain-lainnya, lihat kitab asy-Syi’ah wa Ahlu Bait, hal. 25-26, oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir yang diterbitkan oleh Idaroh Turjumanu el-Sunnah, Lahore-Pakistan.
[9] Di riwayatkan Imam Ahmad dalam al-Musnad 1/106 dan di shohihkan al-Albani dalam Zhilalul Jannah. Dan diriwayatkan pula oleh al-Lalka’i 7/1366.
[10] Hal ini menujukkan kedekatan Rosululloh dengan Abu Bakar dan Umar. Hadits ini di riwayatkan al-Bukhori 3685. Dan Muslim 2389 dalam manaqib atau keutamaan Umar.
[11] Lihat Nahjul Balaghoh, hal. 143, cet. Dar el-Kutub Beirut 1387 H.
[12]Al-Majlisi adalah Mulla Muhammad Baqir al-Majlisi, pemimpin Syi’ah yang paling keras permusuhannya terhadap sunnah dan Ahlus Sunnah, binasa pada tahun 1110 H.
[13] Hayatul Qulub oleh al-Majlisi, juz 11, hal. 261, kami nukil dari kitab Syi’ah wa Ahlu Bait oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir yang diterbitkan oleh Idaroh Turjumanu el-Sunnah, Lahore-Pakistan, hal. 36.
[14] Kitab ar-Raudhoh minal Kafy, juz 8, hal. 245, hal senada dikatakan pula oleh al-Majlisi dalam kitabnya Hayatul Qulub oleh al-Majlisi, juz 1, hal. 640, kami nukil dari kitab Syi’ah wa Ahlu Bait oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir yang diterbitkan oleh Idaroh Turjumanu el-Sunnah, Lahore-Pakistan, hal. 42-43.
[15] `Ajmaul Fadhoih Mula Kazhim: Dhiya’ush Sholihin, hal. 513, lihat asy-Syi’ah wa Ahlu Bait, hal. 140.
[16] Kitab Syi’ah: Tafsir Minhajush Shodiqin, oleh al-Kasyani, juz 2, hal. 48.
[17] Lihat kitab Syi’ah wa Ahlu Bait oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir, hal. 203, beliau menukil dari kitab al-Istibshor oleh at-Thufi, juz 3, hal. 141.
[18] Lihat Tahdzibul Ahkam, juz 7, hal. 254.
[19] Rijalul Kusyaiy, hal. 180, lihat Syi’ah wa Ahlu Bait, hal. 140.
[20] Silahkan lihat kitab Syi’ah wa Ahlu Bait oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir yang diterbitkan oleh Idaroh Turjumanu el-Sunnah, Lahore-Pakistan, hal. 194-222.
[21]Lihat kitab Syi’ah wa Ahlu Bait oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir, hal. 238-251.
[22] Lihat Dairotul Ma’arif al-Islamiyah as-Syi’iyyah 1/27, cet. Beirut.
[23] Hadiqotu asy-Syi’ah oleh al-Maqdis, hal. 277.
[24] Lihat kitab Salim bin Qois, hal. 253. Lihat juga kitab ar-Roudhoh Minal Kafi, juz 8, hal. 238.
[25] Lihat Ihtijaj, hal. 148, oleh Thobrosi.
[26]lihat kitab asy-Syi’ah wa Ahlu Bait, hal. 251, oleh DR. Ihsan Ilahi Zhohir yang diterbitkan oleh Idaroh Turjumanu el-Sunnah, Lahore-Pakistan.
[27] Lihat kitab al-Intishor Lishshohbi wal Aal, oleh DR. Ibrohim ar-Ruhailly, hal. 78-83.
[28]Di riwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam as-Sunnah 2/562 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah, hal. 561.
[29] Di riwayatkan Imam Ahmad dalam al-Musnad 1/175 dan dicantumkan adz-Dzahabi dalam as-Siyar 3/263.
[30] Dicantumkan adz-Dzahabi dalam as-Siyar 3/302.
[31] Di riwayatkan al-Lalkai dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah 7/1398.
[32]Dicantumkan al-Baihaqi dalam kitab al-I’tiqod, hal. 361. Lihat kitab ar-Rod ‘Ala Rofidhoh oleh Abu Hamid al-Maqdisy, hal. 303.
[33] Diriwayatkan al-Lalkai dalam Syarh Ushul I’tiqod 7/1302. Adz-Dzahabi dalam as-Siyar 5/390. Muhmamad bin Abd Wahid dalam an-Nahyu ‘an Sabbu al-Ashhab, hal. 75.
[34] Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 2/558, al-Lalkai dalam Syarh Ushul 7/1301, adz-Dzahabi dalam as-Siyar 6/258.
[35] Adz-Dzahabi dalam as-Siyar 6/259.
(Artikel ini telah dimuat di Majalah adz Dzakhiirah al Islamiyyah edisi 66 Vol.8 No 12 Tahun 1432 H/2010 M)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah