Bersatu dan berkasih sayang merupakan ciri khas ahlus sunnah sedangkan berpecah belah dan berselisih merupakan ciri khas ahli bid’ah. Namun, sungguh amat disayangkan, ciri khas ahlus sunnah ini –yaitu bersatu dan kasih sayang- telah mulai terkikis dan ciri ahli bid’ah –yaitu berpecah belah dan berselisih- mulai mengambil bagian dan merasuki barisan ahlus sunnah.Sungguh, keadaan ini akan menguntungkan musuh-musuh Islam dan ahli bid’ah, karena bagaimana ahlus sunnah dapat berdakwah menyeru kepada kejayaan Islam dan persatuan ummat, apabila mereka sendiri saling bertikai, berselisih dan berpecah belah.
Oleh karena itulah, para ulama turun memberikan penjelasan dan nasehat supaya ahlus sunnah mau untuk saling berkasih sayang dan bersatu serta meninggalkan pertikaian dan perselisihan mereka. Diantara para ulama tersebut adalah Fadhilatusy Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu.Berikut ini merupakan ceramah beliau yang sangat bermanfaat dan anggun, yang dikemas dengan bahasa halus dan lembut, sebagai nasehat bagi ahlus sunnah untuk mau berlemahlembut kepada saudaranya, bersatu dan saling menyayangi. Dan nasehat kepada umat untuk menjauhi segala bentuk perpecahan dan perselisah, serta belenggu-belenggu hizbiyah, ashobiyah, taqlid dan semangat buta yang jahiliyah –tidak diiringi oleh ilmu syar’i-.
Aduhai, betapa banyak mereka yang mengaku-ngaku sebagai pengikut Syaikh Rabi’ bin Hadi, menukil ucapan-ucapan beliau, bahkan menjadikan ucapan dan fatwa beliau sebagai dasar di dalam berwala’ dan baro’ dan dasar di dalam menilai keahlussunnahan seseorang. Namun, pada hakikatnya manhaj mereka jauh dari manhaj syaikh, uslub mereka jauh dengan uslub Syaikh.Mereka ini, hanya mau mengambil sesuatu yang terkesan keras saja, tanpa mau menengok akhlak dan adab syaikh sebenarnya. Mereka mengambil ucapan syaikh yang selaras dengan ambisi dan hawa nafsu mereka, namun tatkala dihadapkan dengan perintah untuk berlemah lembut, mereka malah mencak mencak dan mencela orang yang mengajak kepada kelemahlembutan, dan menuduh mereka sebagai mumayyi’in (orang yang lunak manhajnya) dan seakan-akan menganggap bahwa Syaikh Rabi’ tidak mengajarkan kelemahlembutan, kelemahlembutan itu hanyalah untuk kami dan rekan-rekan kami yang sepakat dengan kami saja, apabila tidak sepakat, maka mereka bukan saudara kami dan tidak berhak untuk kami sikapi dengan kelemahlembutan.
Demikianlah, sikap pongah, arogan dan angkuh mereka ini malah membuat umat tanfir (lari menjauhi kebenaran). Akhirnya, terciptalah iklim fobia dan sindromatik kepada dakwah salafiyyah, stigma burukpun disematkan kepada dakwah mubarokah ini sebagai dakwah pencela dan penghujat. Bahkan, syaikh Rabi’ pun dihujat oleh sebagian besar kalangan dikarenakan seringnya mereka –para pemuda yang ekstrim ini- menukil ucapan syaikh dan menempatkannya sekena hati mereka tanpa memandang maslahat dan madharatnya. Menerapkan semua ucapan syaikh secara membabi buta tanpa memperhatikan maslahat dan madharat.
Umatpun mulai mengenal sosok Syaikh Rabi’ bin Hadi raghmun unufihi sebagai sosok yang keras, suka mencela, menghujat dan lain sebagainya, hanya karena ulah oknum yang katanya mengaku-ngaku mencintai syaikh dan dakwah salafiyyah. Namun, mereka sendirilah yang akhirnya mencela syaikh dan menyebabkan pencelaan terhadap syaikh dikarenakan ulah serampangan yang mereka lakukan.
Syaikh hafizhahullahu sendiri di dalam risalah ini telah menasehatkan supaya cerdas di dalam berdakwah. Kepada umat yang masih awam, janganlah menyebutkan nama ulama yang mereka fobia dengannya, namun sebutkanlah ulama yang mereka menerima dan tidak mungkin akan mencelanya. Apabila kita berdakwah dan memulai dengan mencela, maka kita sendirilah yang akan dicela. Apalagi, jika ketika kita mencela membawakan ucapan para ulama, maka sungguh, kita telah menzhalimi para ulama tersebut karena menyebabkan umat menjatuhkan celaannya kepada mereka…
‘Ala kulli haal, semoga risalah ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Syaikh hafizhahullahu sendiri di dalam risalah ini telah menasehatkan supaya cerdas di dalam berdakwah. Kepada umat yang masih awam, janganlah menyebutkan nama ulama yang mereka fobia dengannya, namun sebutkanlah ulama yang mereka menerima dan tidak mungkin akan mencelanya. Apabila kita berdakwah dan memulai dengan mencela, maka kita sendirilah yang akan dicela. Apalagi, jika ketika kita mencela membawakan ucapan para ulama, maka sungguh, kita telah menzhalimi para ulama tersebut karena menyebabkan umat menjatuhkan celaannya kepada mereka…
‘Ala kulli haal, semoga risalah ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah