Cinta dan kasih sayang identik dengan dorongan untuk selalu memberi, bukan menuntut. Mencintai adalah sebuah prinsip menempatkan kebutuhan dan kepentingan kita di bawah (atau setelah) kebutuhan dan kepentingan orang yang kita cintai. Bahkan, karena cinta, kita rela mengesampingkan kebutuhan dan kepentingan kita demi terpenuhinya kebutuhan dan kepentingan orang yang kita cintai. Inilah filosofi dasar cinta dan kasih sayang. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
”Dan
mereka mengutamakan (orang lain) atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka sendiri memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, merekalah orang-orang yang
berbahagia.” (Al Hasyr: 9)
Sebaliknya,
”Orang-orang
yang melanggar perjanjian Allah, sesudah perjanjian itu teguh, dan
memutuskan apa (silaturrahim, hubungan kasih-sayang) yang diperintahkan
Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di
muka bumi, mereka itulah orang-orang yang sengsara.” (Al-Baqarah: 27)
Nabi Saw bersabda: “Jika
Allah mencintai salah seorang hamba-Nya, maka Dia akan berkata kepada
Jibril, ‘Wahai Jibril, Aku mencintai hamba ini, maka kau pun cintailah
dia.’ Maka Jibril mencintainya, dan menyeru para malaikat selainnya,
‘Allah Swt. mencintai orang ini, maka hendaknya kalian mencintainya
juga.’ Maka, para malaikat itu mencintainya dan dia pun diterima oleh semua orang di dunia.” Kiranya hadis ini sejalan dengan hadis lain yang di dalamnya dengan lugas Nabi Saw bersabda: ”Barangsiapa tidak mencintai, dia tak akan dicintai.”
Suatu kali, sahabat Nabi mendengar Nabi berkata: “Orang-orang
yang saling mencinta karena mengakui Kebesaran-Nya, hidupnya akan
penuh cahaya, sehingga bahkan para nabi dan syuhada iri kepadanya.” Memang, “tak akan masuk surga..., kecuali kalian saling mencinta,” begitu dinasihatkannya.
Tidak
berlebihan kiranya jika kita pahami makna hadis di atas bahwa surga
yang dijanjikan kepada orang-orang yang saling mencintai itu bahkan
sudah bisa kita raih ketika kita masih hidup di dunia ini. Betapa
tidak? Dengan mudah bisa kita pahami bahwa kebahagiaan sangat
ditentukan oleh perasaan disayangi. Perasaan seperti ini selalu
menghangatkan jiwa kita, dan mendatangkan suasana psikologis yang
menenteramkan. Tapi, bukan hanya itu. Kehadiran orang-orang yang
mencintai kita di sekeliling kita sekaligus bisa menjadi sumber
dukungan bagi kita ketika kita mengalami kesulitan-kesulitan hidup.
Secara
lebih dalam, kita dapat memahami bahwa dorongan untuk mencinta dan
dicintai sesungguhnya berakar kuat di dalam diri kita. Manusia adalah
makhluk dengan fitrah mencinta dan dicintai. Mengenai ini al-Qur’an
menyaakan:
”Hadapkan wajahmu dengan lurus kepada agama. Fitrah Allah yang atasnya kamu diciptakan ...” (QS. Ar-Ruum: 30). Nah,
sebagai makhluk yang memendam fitrah ketuhanan, kita pun membawa di
dalam diri kita sifat-utama ketuhanan, yaitu cinta. Dalam sebuah hadis
dikatakan bahwa Tuhan adalah Cinta. Pada kenyataannya, Tuhan
menciptakan alam ini karena kerinduannya meluapkan cintanya,
sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi:
”Aku
'sebelum'-nya adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Maka Aku rindu
(ahbabtu, aku cinta) untuk dikenali. Maka aku ciptakan ciptaan agar aku
dikenali.”
Nah, hanya dengan meluapkan kasih-sayang, dan dengan itu mendapatkan kasih-sayang sebagai imbalannya sajalah, manusia bisa memenuhi fitrahnya. Dan hanya manusia-manusia yang hidup sejalan dengan fitrahnya sajalah yang akan dapat meraih ketentraman dan kebahagiaan hidup.
Wallahu'alam
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah