( Syekh H.Dr Ahmad Sabban Rajagukguk, MA : Penulis : Tuan Guru Serambi Babussalam Simalungun, Dosen IAIN SU Dan Pascasarjana Malikussaleh Lhokseumawe )
Sebelum kita munculkan keberanian menyembelih Dan
menyaksikan cipratan
darah domba itu, maka berperanlah kita seperti Ibrahim
as dengan Ismailnya. Setiap ‘Idul Adha, sungguh terdapat salah
satu kisah besar
dan ‘menakjubkan’ dalam sepanjang sejarah manusia yakni perjuangan dan
pengorbanan Nabi
Ibrahim as beserta keluarganya dalam menegakkan nilai-nilai tauhid yang kokoh kepada
Allah ‘Azzawa Jalla. Nabi Ibrahim as, sudah berkali-kali
mendapat ujian dan
cobaan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Setidaknya empat ujian besar dihadapi Ibrahim as:
Pertama, dibakar
karena menegakkan tauhid, kedua, diusir dari kampung halamannya, ketiga,
bertahun-tahun tidak dikarunia keturunan, dan keempat, diperintahkan
menyembelih anaknya. Berkata Ibnu Abbas RA: “Belum ada para nabi
yang mendapatkan
dalam agama kemudian menyempurnakannya dengan sempurna melebihi
Ibrahim as. Atas keberhasilan Ibrahim as dalam setiap menghadapi
cobaan dan ujian, kemudian Allah memberikan gelar kepadanya
dengan sebutan Khalilullah yakni kekasih Allah. Firman Allah: Sesungguhnya telah ada suri
teladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia (QSAl
Mumtahanah:4). Tuhan lah sesungguh yang memerintahkan kita meneladai
Ibrahim as dan keluarganya. Dan salah satu keteladanan yang
‘menakjubkan’ ketika Allah memerintahkannya menyembelih putra kesayangannya
yakni Ismail as. Peristiwa ini direkam Alquran dengan penuh
komunikatif, dialogis
dan dramatik. Firman Allah dalam Surah as Shaffaat 102-109: Maka tatkala anak itu
sampai pada usia
dapat berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata; “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu . Maka pikirkanlah apa pendapatmu !” Ia menjawab
: Wahai ayahku
, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar. (102) Tat-kala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya .(103) Dan
Kami panggil
dia : Hai
Ibrahim. (104) Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105) Sesungguhnya
ini benar-benar
suatu ujian yang nyata.(106) Dan Kami tebus anak itu dengan seokor
sembelihan yang b-sar. (107) Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang
baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian (108)
Yaitu Kesejahteraan
dilimpahkan atas Ibrahim (109) Dari informasi Alquran di atas,‘setetes hikmah’ yang
bisa diambil antara
lain : Pertama, menegakkan tauhid dengan
penuh keikhlasan.Ibrahim as telah membuktikan tulusnya, yakinnya, cintanya
hanya kepada
Allah semata, sehingga tidak
satupun kepentingan dan kepemilikan yang dimilikinya dapat menghambat
perintah Allah Ta’ala. Ibrahim telah menegakkan tauhid yang suci dan
tidak pernah ragu
meskipun harus mengorbankan
anak tercintanya. Ketauhitan dan pengabdian
seperti inilah yang telah
ditegaskan Allah SWT kepada kita umat Rasulullah SAW: “Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan
agama dengan lurus. ”Pelajaran penting yang dari kisah ini
adalah betapa Allah, ingin
melihat kepada hambaNya, apakah kecintaannya terhadap anaknya lebih tinggi
dibanding kepada Allah
SWT. Kecintaan seperti inilah yang ingin disembelih oleh Allah SWT. Ismail adalah
apapun atau siapapun
yang dapat merusak hubungan dengan Allah, atau yang mendisorientasi
perjalanan menuju Allah. Kedua, menghadirkan jejak para Nabi tentang
pengorbanan. Idul
Adha berarti Idul Kurban. Karena Adha berasal dari kata udhiyah yang berarti korban.
Sedangkan kurban
berasal dari kata Arab, qaraba yang berarti dekat. Antara kurban yang berarti
mendekat dan adha yang
berarti kurban, sesungguhnya dua makna yang dapat dipertemukan, yaitu
mendekatkan diri kepada Allah diperlukan sebuah pengorbanan. Terminologi ini telah menegaskan kepada kita betapa
hubungan halat dengan kurban sangat erat dan tidak
dipisahkan. Firman
Allah, maka dirikanlah
shalat dan berkurbanlah. (QS AlKautsar:2). Betapa kuatnya anjuran berkurban
sampai Rasulullah SAW
mengecam mereka yang pantas
berkurban tapi tidak melaksanakannya. “Dari Abu Hurairah Ra,Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mempunyai
kemampuan untuk
berkurban tetapi tidak melaksanakannya, maka jangalah ia dekat-dekat
dengan tempat shalat
kami.” (HR Ahmad dan Turmidzi) Allah Ta’ala mengabadikan pengorbanan Ibrahim as dengan menggantikannya
dengan penyembelihan hewan kurban telah memberikan pesan sejarah kepada kita, betapa setiap
kebaikan, perjuangan
dan pengorbanan yang dilandasi dengan spirit tauhid, ikhlas karena Allah. Maka Allah kemudian akan mengabadikannya
di sisiNya. Begitulah kita semestinya dalam melaksanakan setiap kebaikan dan
pengorbanan dalam setiap menegakkan kebenaran, menegakkan agama dan
membangun bangsa ini. Semestinya dari berjuta-juta setiap tahun
kita menyembelih
hewan kurban sudah sepantasnya kita mengambil hikmah penyembelihan itu. Sebelum kita
munculkan keberanian menyembelih dan menyaksikan cipratan darah domba itu, maka
berperanlah kita seperti
Ibrahim as dengan Ismailnya. Bahwa sesungguhnya yang sampai kehadirat Allah
SWT adalah ketakwaan. Firman Allah Ta’ala: Daging (hewan kurban)
dan darahnya, sekali-kali
tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada Allah
adalah ketaqwaan
kamu (QS al Hajj: 37)
Dalam perspektif sufistik, perintah Allah menyembelih anak bagi Ibrahim as dan
diabadikan dengan
menyembelih hewan kurban bagi umat Nabi Muhammad SAW pada dasarnya adalah
perintah menyembelih kecintaan kita kepada dunia (hubbuddunya).
Karena hubbuddunya merupakan akar kerusakan agama,
kebinasaan iman dan kehancuran bangsa. Berapa saudara kita bahkan kita sendiri sering tergelincir ke
lembah maksiat karena
memperturutkan hawa
nafsyu dan hubbuddunya. Qs Alhadid ayat 20: Tidaklah kehidupan dunia ini
melainkan kesenangan yang menipu. Ketiga, tidak pernah kompromi dengan Setan.
Setan adalah musuh
abadi sekaligus musuh nyata bagi setiap manusia. Ibrahim as ketika sudah “bulat”
tekadnya menyembelih Ismail, sungguh senantiasa digoda Setan. Menarik dicermati,ketika Ibrahim as akan melaksanakan
penyembelihan, Setan terus
menghasut, membuju dan bahkan argumentasi rasionalitas juga disampaikan ke Ismail dan
Hajar. Senjata
pamungkas Setan saat itu
sangat logis yakni, “apa mungkin Tuhan, menyuruh hambaNya (Ibrahim as)
menyembelih putra
kesayangannya
? ”Setan
tidak berhasil menggoda
Ibrahim as, kemudian menggoda Ismail as dan Siti Hajar, juga tidak berhasil.
Bahkan mereka ‘memungut’ kerikil dan melemparinya. Pesan permusuhan dan tidak pernah komproni dengan Setan diabadikan dalam syariat umat Rasullah SAW sebagai salah satu wajib haji yakni melempar jumrah (‘ula wustha dan aqabah). Melontar jamarat mengingatkan kita khususnya jamaah haji bahwa Iblis senantiasa berusaha menghalangi orang Mukmin yang akan melakukan kebaikan. Sabda Rasul: Sungguh Setan merayap pada diri manusia sebagaimana jalannya darah. wallahualam |
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah