Oprah Winfrey mengumpulkan sekitar 100 orang untuk melakukan percobaan sosial. Mereka diminta menabung sebagian uang yang biasa digunakan untuk rekreasi. Tabungan tersebut kemudian diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Beberapa bulan kemudian, 100 orang tersebut dikumpulkan dan ditanya, apakah ada yang berubah dalam kehidupan mereka? Jawabannya, mereka merasakan bahwa hidup mereka lebih bahagia setelah berbagi dengan orang lain.
Percobaan
Oprah tadi merupakan suatu cara yang cerdas dalam mendorong diri
kita untuk menguji diri kita sendiri. Dan sesungguhnya, memberikan
infak atau sedekah adalah salah satu ujian terbaik, karena ia merupakan
perlawanan frontal pada egoisme, yakni sumber dari semua sifat-sifat
buruk. Memberi sama dengan mengorbankan kepentingan kita demi kepentingan orang lain.
Di dalam Al-Quran dikatakan bahwa di antara kebajikan itu (al-birr) adalah menafkahkan harta yang kita cintai:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. 3: 92).
Menguji
diri kita sendiri dengan menafkahkan sesuatu atau harta yang kita
cintai, sejatinya sama dengan ujian dari Allah Swt. Karena menafkahkan
harta seolah seperti upaya mempersulit diri, menjadikan kita relatif
lebih miskin, lebih berkurang harta. Seperti firman-Nya:
”Dan
sungguh Kami akan menguji kamu dengan sekadar ketakutan, kelaparan,
kekurangan/kehilangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikan kabar
gembira bagi orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang bila ditimpa
musibah, berkata: ’Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
sesungguhnya kepada-Nya jugalah kami akan kembali.’” (QS. 2 : 155)
Bedanya,
ujian ini cenderung berada dalam kendali kita dan kita (bisa) tidak
terpaksa untuk menjalankannya. Ini sebabnya, dalam tradisi
kita diajarkan bahwa sedekah adalah suatu cara menolak bala’. Jika kita bersedekah dan mau memberikan apa yang kita cintai, maka Allah Swt. tidak harus menurunkan bala', karena kita sudah menguji diri kita dengan cara menjalankan perintah-Nya; yakni dengan menciptakan bala’ (ujian) untuk diri kita sendiri.
Sifat saling menetralisasi antara sedekah dan ujian dari Allah ini sesungguhnya sudah tertanam dalam sunnatul-Lah (hukum Allah). Bagaimana penjelasannya sehingga sedekah bisa menolak bala'?
Dalam ajaran Islam, suatu peristiwa akan terjadi jika persyaratan untuk beroperasinya hukum (sunnah)
Allah Swt yang menghasilkan kejadian itu telah terpenuhi.
Misalnya, benda yang punya massa akan jatuh kalau berada pada jarak
tertentu dari permukaan bumi karena beroperasinya gaya gravitasi. Roket
yang memiliki massa, bisa naik karena memiliki hukum kekekalan momentum
yang melawan gravitasi. Hukum Allah Swt sebetulnya tidak hanya ada di
alam empiris ini. Tapi ada juga di alam lain yang disebut alam al-amr, alam ruhani. Kedua alam itu masing-masing punya hukum sendiri, dan bisa saling mempengaruhi. Nah, jika hukum alam empiris harusnya menghasilkan suatu peristiwa, namun hukum alam al-amr
beroperasi melawan hukum alam empiris, maka bisa saja kejadian di alam
empiris tidak terjadi. Memang, yang bisa mempengaruhi hukum di alam al-amr itu, selain doa, adalah sedekah.
Sebagi
ilustrasi, suatu kali Rasulullah Saw bersama para sahabatnya berkumpul,
kemudian lewatlah seorang Yahudi. Lalu Rasulullah berkata, “Orang Yahudi ini sebentar lagi akan meninggal”.
Beberapa waktu kemudian, lewatlah orang Yahudi tadi dengan membawa kayu
bakar. Ternyata dia tidak meninggal seperti yang disampaikan Rasulullah
sebelumnya. Para sahabat pun bertanya-tanya. Rasulullah kemudian
memanggil orang Yahudi tersebut dan memintanya menurunkan serta membuka
ikatan kayu bakarnya. Setelah ikatan dibuka, tiba-tiba keluarlah ular
berbisa.
Rasulullah Saw berkata, “Seharusnya kamu meninggal dipatuk ular ini. Apa yang kamu lakukan?”. Orang Yahudi berkata, “Dalam perjalanan mencari kayu, saya memberi sedekah kepada seorang miskin yang kesulitan”. Rasulullah Saw berkata, “Sedekah itulah yang menyelamatkanmu dari patukan ular berbisa”.
Selayaknya,
kita tidak perlu menunggu ‘dipaksa’ oleh Allah Swt melalui kondisi yang
sempit, yang dengan kondisi tersebut kita merasa perlu untuk berbagi
atau membantu orang lain, sebagai jalan agar keluar dari kesempitan.
Sebaliknya, kita perlu terus mendidik diri kita dengan cara menguji
diri kita, dalam bentuk berbagi (berbuat kebajikan) dalam segala
situasi.
Selamat
berbagi dengan harta terbaik yang kita cintai, sekaligus jalan
meraih makna dan berkah kehidupan, melapangkan jalan dan mendatangkan
kebahagiaan dalam hidup kita, menghindarkan ujian dari Allah Swt,
serta menggapai kedekatan dengan dan kasih sayang-Nya.
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa (melakukan amal-amal yang dapat mendatangkan ridha Allah dan menjauhkan kita dari murka-Nya), dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah” (Q.S. 92 : 5-7)
wallahu'alam
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah